Jakarta, CNN Indonesia --
Chief Investment Officer (CIO) Danantara Pandu Sjahrir menyebut kinerja Danantara baru bisa dinilai dalam 10 tahun ke depan.
Pandu berpendapat lembaga dana kekayaan negara seperti Danantara tidak bisa dinilai secara tahunan. Menurutnya, kinerja lembaga seperti ini baru akan terlihat dalam hitungan dekade.
"Sovereign fund itu dinilai bukan per tahun. Dinilainya per dekade, 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun," kata Pandu dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Optimism on 8% Economic Growth di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Kamis (16/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini beda dengan private sector. Kami di Danantara fokusnya adalah bagaimana in decades kita bisa dinilai balik. Unsur kehati-hatian itu segala-galanya," tegasnya.
Begitu pula dengan kinerja Danantara Investment Management yang dipimpin Pandu. Ia berkata unit itu baru bisa dinilai dalam jangka panjang.
Hal tersebut berbeda dengan Danantara Asset Management yang dipimpin COO Danantara Dony Oskaria. Menurut Pandu, gerak BUMN dengan segala asetnya itu memang tergolong cepat.
Pandu mencontohkan investasi Danantara bukan sekadar mempertimbangkan commercial returns. Harus ada economic returns, seperti penciptaan lapangan kerja, menyelesaikan masalah lingkungan hidup, hingga penciptaan kesejahteraan.
"Investasi itu adalah suatu hal yang sebenarnya tidak boleh terburu-buru, harus memiliki suatu sikap kehati-hatian yang pas. Apapun yang kami buat sekarang, Anda baru akan nilai lima tahun-sepuluh tahun ke depan," imbuh Pandu.
Ia mengatakan progres investasi langsung yang disiapkan Danantara sekarang adalah proyek Waste to Energy (WTE). Pandu berkata WTE yang disiapkan Danantara menjadi proyek terbesar di dunia.
Ada masalah utama yang ingin diselesaikan Danantara, yakni krisis lingkungan. Pandu menyebut salah satu alasan mereka mengajak pihak swasta bergabung adalah agar bisa menilai langsung kinerja Danantara.
"Dulunya ada tipping fee di daerah, kita hilangkan, kita pindahkan semua di sisi power purchase agreement yang sekarang menjadi 20 cent per kilowatt hour (kwh). Satu harga. Jadi, yang kita ubah sekarang, kita akan menyiapkan lahan secara gratis," jelasnya soal proyek WTE Danantara.
"Kita juga akan melakukan take and pay, 20 cent itu suatu harga yang menurut kami cukup attractive. Ada 120 perusahaan dan konsorsium yang ingin bidding hanya untuk 10 proyek pertama. Jadi, ini massive demand, bahwa memang secara komersial ini attractive," imbuh Pandu.
Akan tetapi, Danantara melempar tiga syarat utama yang mesti dipenuhi para pengusaha untuk menggarap proyek WTE.
Pertama, menyiapkan teknologi yang paling kompetitif. Kedua, menyelesaikan masalah lingkungan. Ketiga, memiliki kapasitas untuk bisa melaksanakan proyek serta memiliki kekuatan finansial.
"Jangan Anda bakar sampah nanti malah keluarnya sampah lagi yang baru, itu malah menambah pusing. Anda dapat return, tapi tidak solve isu utama kami, yaitu masalah lingkungan," wanti-wanti Pandu.
Waste to energy adalah proyek pengelolaan limbah menjadi energi. Ini adalah upaya Danantara untuk menangani permasalahan sampah di tanah air.
Bahkan, sudah terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Beleid itu turut menjadi landasan proyek WTE.
(skt/dhf)