Solo, CNN Indonesia --
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan meminta perguruan tinggi melakukan penelitian untuk meningkatkan produktivitas bawang putih di tanah air.
Menurut Luhut, Indonesia membutuhkan bibit bawang putih yang tidak hanya produktif tapi juga tahan perubahan iklim.
"Bicara bawang putih, kita harus berbicara kualitas dari bibit-bibit yang kita punya. Tidak hanya jumlah, tapi kualitas dan adaptable terhadap perubahan iklim," kata Luhut saat berbicara di acara Solo Investment Festival di Solo, Jumat (12/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Luhut mendorong agar perguruan tinggi di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta melakukan penelitian untuk meningkatkan produktivitas bawang putih. Ia menyebut di antaranya Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Diponegoro (Undip), dan Universitas Gajah Mada (UGM).
"Universitas Sebelas Maret, Universitas Diponegoro, misalnya, studi tanah-tanah ketinggian seribu meter yang cocok untuk bibit bawang putih," kata dia.
"UGM, jangan soal ijazah melulu aja yang diributin. Kalian bikin studi dong, di mana nih di Jawa Tengah ini tempat kita bisa menanam bawang putih," kata dia.
Luhut sendiri sudah melakukan penelitian mandiri untuk mencari varietas baru melalui genome sequencing. Penelitian tersebut dilakukan di Danau Toba di ketinggian 1.400 meter dari permukaan laut.
"Nggak mahal-mahal. Uang kantong saya sendiri kok, paling kuat berapa. Ada profesor-profesor muda kita yang bisa," ujarnya.
Luhut mengklaim risetnya kini sudah menunjukkan hasil menggembirakan. Menurutnya, riset tersebut sudah menghasilkan varietas bibit bawang yang lebih produktif.
"Mereka buat riset genome sequencing, saya tinggal memfasilitasi mereka. Sekarang sudah sampai pada ujung, mulai produksi jadi bibit yang yield-nya lebih tinggi," kata dia.
Menurut Luhut, peningkatan produktivitas bawang putih memiliki potensi besar untuk menekan impor tanah air. Pasalnya, nilai impor bibit bawang putih di Indonesia mencapai US$770 juta atau setara Rp12,8 triliun.
"Kalau bisa (ditekan) 50 persen bertahap, sama dengan 350 juta USD. Itu 4 hampir 5 triliun rupiah," kata Luhut.
(fra/syd/fra)


















































