Jakarta, CNN Indonesia --
Di tengah gempuran iklan makanan ultra-processed di media sosial, laporan dari Fix My Food dan UNICEF memberi secercah harapan. Ternyata, masih banyak masyarakat Indonesia, terutama anak muda, yang menyukai jajanan tradisional.
Sekitar 8 persen responden ditemukan masih menyukai jajanan tradisional. Meski jumlahnya sedikit, namun Core Research Fix My Food Syafa Syahrani melihat adanya ikatan emosional dan nilai kekeluargaan yang kuat di balik setiap gigitan makanan warisan budaya lokal.
"Masakan tradisional masih memiliki kekuatan. Kalau dibuat terlihat, terjangkau, dan membanggakan, makanan tradisional bisa jadi bagian dari solusi untuk mendorong konsumsi makanan yang lebih sehat," kata dia dalam diskusi tentang Diseminasi Hasil Studi Pemasaran Makanan Tidak Sehat yang digelar secara daring, Kamis (10/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Syafa, di era digitalisasi seperti sekarang, pola konsumsi makanan memang tidak hanya dibentuk oleh rasa dan harga, tetapi juga oleh tampilan visual yang menggoda di layar ponsel.
Anak-anak muda lebih sering terpapar iklan makanan tinggi gula, garam, dan lemak dari influencer, artis, hingga atlet yang mengunggah konten menarik. Sayangnya, iklan itu bukan tentang bukan tentang klepon atau rujak, tapi tentang chicken nugget kekinian atau minuman boba ekstra topping.
"Inilah yang membuat makanan ultra-processed semakin mendominasi ruang konsumsi. Mereka tidak hanya menguasai pasar, tapi juga membentuk persepsi," katanya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menegaskan pentingnya peran makanan tradisional sebagai tandingan.
"Traditional food bisa jadi solusi. Dia, kan, dari real food. Kita di Indonesia ini kaya akan makanan tradisional yang sehat dan murah," kata Nadia.
Dia mencontohkan, rujak buah yang dijual di pinggir jalan dengan harga sepuluh ribu jauh lebih menyehatkan ketimbang makanan cepat saji yang beredar di mall.
Kata Nadia, memilih makanan sehat memang tanggung jawab pribadi. Namun, pilihan itu tidak bisa terjadi di ruang hampa. Sistem pangan harus adil dan sehat, ditopang oleh regulasi yang kuat dan lingkungan yang mendukung.
Jika makanan ultra-processed bisa tampil menggoda di TikTok, maka jajanan tradisional pun harus bisa semenarik jajanan-jajanan viral tersebut.
Kata Nadia, sudah saatnya memberi panggung bagi klepon, serabi, rujak, soto, dan kawan-kawannya. Hadirkan mereka dalam kampanye digital dengan kemasan menarik dan narasi kuat. Karena makanan tradisional bukan sekadar nostalgia, tapi juga bentuk cinta terhadap tubuh dan budaya.
"Healthy food itu tidak harus mahal. Kita hanya perlu membuatnya terlihat dan diakses dengan mudah, terutama oleh anak muda," kata dia.
(tis/asr)