Analisis Pengamat soal Sebab Beras Mahal Meski Bulog Punya 4 Juta Ton

1 month ago 12

Jakarta, CNN Indonesia --

Harga beras medium di tingkat nasional masih berada jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) meski stok di gudang Perum Bulog kata Presiden Prabowo Subianto mencapai 4 juta ton.

Data Kementerian Perdagangan per 8 Agustus 2025 menunjukkan harga beras medium di zona 1 sudah mencapai Rp14.271 per kilogram (kg), jauh di atas HET sebesar Rp12.500.

Di zona 2 harga berada di Rp14.859 per kg dengan HET Rp13.100, sementara di zona 3 bahkan tembus Rp19.075 per kg, atau lebih tinggi 41,30 persen dibanding HET Rp13.500.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai persoalan utamanya bukan pada ketersediaan stok, melainkan mekanisme penyaluran beras Bulog yang dinilai terlalu ketat sehingga aliran pasokan ke pasar sangat terbatas.

"Kalau saya lihat dari 12 Juli sampai kemarin, itu baru 22-23 ribu ton yang tersambung, sebulan lebih, itu sangat kecil artinya dalam sehari tidak lebih dari seribu. Hari-hari ini pasar itu butuh pasokan yang sangat-sangat besar, mestinya harus belasan ribu," kata Khudori kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (16/8).

Menurutnya, sistem distribusi yang mensyaratkan pengecer untuk memfoto pembeli, mengunggah ke sistem, hingga menandatangani surat pernyataan dengan ancaman sanksi berat membuat banyak pengecer enggan ikut serta.

"Itulah yang membuat saya dapat info dari beberapa orang Bulog di berbagai daerah, itu pengecer-pengecer yang sudah daftar antri mundur teratur, karena memang ketakutan-ketakutan itu," ujarnya.

Khudori menambahkan jika operasi pasar dilakukan secara masif dan pasar dipenuhi pasokan, harga seharusnya akan turun.

"Idealnya operasi pasar itu adalah menjenuhi pasar, berapapun permintaannya itu dipenuhi. Kalau itu dilakukan harga pasti akan turun," jelasnya.

Senada, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyoroti bahwa stok besar pemerintah tidak otomatis menurunkan harga bila tidak benar-benar digelontorkan ke pasar.

"Diklaimnya kan sudah mulai digelontorkan ke pasar, tapi saat ini baru berapa, kan hanya 17 ribu ton yang sudah berhasil, lalu kemudian ada (penyaluran) bansos 360 ribu. Dengan jumlah segitu itu lalu apa artinya kalau kebutuhan bulanan kita 2,5 juta ton?" kata Dwi Andreas.

Ia menilai kondisi ini membuat stok di pasar semakin tipis, apalagi setelah musim panen lewat. Dari surplus produksi Januari-Juli sebesar 3,3 juta ton, mayoritas sudah diserap sehingga yang tersisa di pasar relatif kecil.

"Ketika beras yang diperdagangkan itu sedikit, ya harga pasti naik lah. Justru karena stok pemerintah besar dan enggak disalurkan, itu penyebab terbesar harga naik terus," tegasnya.

Dwi Andreas juga menyinggung isu beras oplosan yang menurutnya salah kaprah dan justru membuat banyak penggilingan takut beroperasi.

"Tata niaga beras dirusak saat ini oleh isu beras oplosan. Satgas Pangan datang ke penggilingan, penggilingan takut, lebih dari 40 persen penggilingan tutup saat ini. Sehingga beras jadi langka," jelasnya.

[Gambas:Video CNN]

Ia menekankan pencampuran atau mixing merupakan praktik normal di banyak negara dan dapat membantu menekan harga, bukan sebaliknya.

Bulog sendiri mencatat stok beras cadangan pemerintah (CBP) per Agustus 2025 mencapai 3,93 juta ton, ditambah stok komersial 12.545 ton sehingga total 3,94 juta ton. Stok itu disebut sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan siap untuk distribusi.

Meski demikian, dua pakar ini sepakat bahwa selama distribusi tidak lancar dan jalur penyaluran terbatas, harga beras akan sulit kembali mendekati HET meski stok di gudang pemerintah melimpah.

(del/agt)

Read Entire Article
Korea International