Surabaya, CNN Indonesia --
Pemerintah Kota Surabaya akan menjatuhkan sanksi tegas berupa denda hingga Rp50 juta bagi warga yang nekat mendirikan tenda hajatan di jalan umum tanpa izin resmi.
"Kalau tidak ada izin maka akan ada sanksi. Sanksinya itu bisa sampai dengan Rp50 juta. Dan itu nanti yang akan kita sampaikan, sosialisasikan. Maka kita harus tegas seperti ini. Kalau enggak, wong bingung," kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Senin (27/10).
Eri menjelaskan aturan baru ini diterbitkan untuk menertibkan penggunaan jalan umum dan mencegah gangguan aktivitas publik akibat tenda hajatan yang berdiri sembarangan. Ia menegaskan setiap kegiatan yang menutup badan jalan harus melalui mekanisme izin berlapis dari perangkat wilayah hingga kepolisian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tenda hajatan di Surabaya sudah kita sampaikan. Maka dia harus memiliki izin. Dan izin hari ini sudah disepakati tidak boleh izin secara langsung. Maka dia harus mengajukan izin dan ada keterangan dari RT, RW dan lurah," ujarnya.
Pengajuan izin tidak bisa lagi langsung ke kepolisian tanpa pengantar dari tiga unsur perangkat wilayah. Polsek pun hanya dapat mengeluarkan izin resmi setelah ada persetujuan dari RT, RW dan lurah setempat.
"Dan polsek tidak akan pernah mengeluarkan izin lagi sebelum ada pengantar yang disepakati oleh RT, RW dan lurah," ujarnya.
Selain perizinan, Pemkot Surabaya juga mensyaratkan adanya pemberitahuan minimal tujuh hari sebelum penutupan jalan. Informasi penutupan harus disampaikan melalui media agar warga sekitar dan pengguna jalan dapat menyesuaikan aktivitasnya.
"Kalau dia nutup jalan, maka harus ada tujuh hari sebelumnya untuk menyampaikan pengumuman melalui media dan semuanya agar orang tahu bahwa itu akan ditutup," jelas Eri.
Ia juga menegaskan, penutupan jalan tidak boleh dilakukan secara penuh. Setiap penyelenggara hajatan wajib memastikan ada jalur yang masih bisa dilewati, serta opsi jalan alternatif. Mereka juga harus memperhitungkan dampak kemacetan dengan melibatkan Satpol PP dan Dinas Perhubungan.
"Ditutup pun maka akan boleh berapa meter [saja]. Enggak kabeh ditutup 3/4 ngono yo, enggak," kata dia.
"Jadi kalau Satpol PP ngitung, Dishub gitu [mempertimbang risika] macetnya opo, karena dia harus tujuh hari sebelumnya dan harus ada jalan pengganti ketika jalan ini ditutup. Enggak gampang itu yo kan," tambahnya.
Eri memastikan, ketentuan ini berlaku untuk semua jalan di Surabaya, baik jalan kota maupun jalan perkampungan. Namun, mekanisme izinnya disesuaikan dengan tingkat jalan dan kewenangan wilayah.
"Semua jalan," kata Eri singkat saat ditanya soal cakupan aturan.
Ia menjelaskan, untuk wilayah kampung atau gang kecil, izin cukup dikeluarkan oleh perangkat lingkungan tanpa melibatkan kepolisian.
"Kalau perkampungan enggak ada izin Polsek, izin RT, RW per kampung, Bos. Lek nang jero kampung loh ya. Tapi kalau jalan yang utama sih enggak ada izin Polsek. Iya. Karena diundang-undang jalan itu kan Polri itu kan diundang di jalan. Jalan nasional, jalan provinsi, jalan kota. Lek jalan kampung, RT, RW," jelasnya.
Politikus PDIP ini menyebut, aturan tersebut sudah mulai disosialisasikan ke masyarakat melalui perangkat wilayah dan organisasi perangkat daerah terkait. Pemerintah kota terus melakukan edukasi agar warga memahami tata cara perizinan dan tidak mendirikan tenda semaunya sendiri.
"Sudah sosialisasi ini. Jadi kita dengan melalui Biro Kesra, kita sudah turun ke lapangan, sudah kita edukasi terus. Yang terpenting RT, RW sudah tersampaikan nanti juga akan disampaikan terus ya. Karena terus setiap hari kita sampaikan. Jadi gak iso ono gawe tendo sak enake dewe (tidak bisa bikin tenda seenaknya sendiri)," tutup Eri.
(frd/isn)


















































