Transfer Data Pribadi RI ke AS, SAFEnet Tagih Kepastian Lembaga PDP

8 hours ago 2

CNN Indonesia

Rabu, 23 Jul 2025 19:00 WIB

Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum menilai bahwa Indonesia perlu segera meresmikan lembaga Perlindungan Data Pribadi. Ilustrasi. Kesepakatan dagang Indonesia-AS menyatakan bahwa RI akan menyediakan kepastian terhadap kemampuan memindahkan data pribadi ke AS. (Foto: iStockphoto)

Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membocorkan poin-poin kerja sama perjanjian dagang dengan Indonesia mengenai tarif resiprokal. Salah satu poin kesepakatan itu adalah komitmen transfer data pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat.

Gedung Putih, dalam pernyataan resmi yang dirilis pada Selasa (22/7) waktu setempat, menyatakan Indonesia akan menyediakan kepastian terhadap kemampuan memindahkan data pribadi ke AS.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Indonesia akan memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat," demikian pernyataan Gedung Putih, dikutip Rabu (23/7).

Merespons hal tersebut, Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum menilai bahwa Indonesia perlu segera meresmikan lembaga Perlindungan Data Pribadi. Lembaga ini merupakan mandat dari Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.

"Pentingnya badan PDP yang independen harus segera dibentuk sesuai mandat UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang PDP, yang independen dan punya kewenangan kuat," kata Nenden saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (23/7).

UU PDP telah berlaku sejak Oktober 2024. Namun, sampai saat ini belum ada tanda-tanda hadirnya lembaga PDP.

November tahun lalu, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyebut bahwa pembentukan lembaga PDP masih dalam proses kajian.

Sementara itu, pihak Komdigi juga belum memberikan keterangan resmi mengenai kesepakatan ini.

Lebih lanjut, SAFEnet memandang kesepakatan transfer data ini memungkinkan data pribadi warga Indonesia oleh perusahaan-perusahaan AS sebagai langkah yang sangat berbahaya bagi hak digital dan kedaulatan data RI.

"Tanpa adanya evaluasi independen, transparansi, serta keterlibatan publik, kesepakatan ini berisiko menjadikan data pribadi sebagai komoditas dagang alih-alih hak asasi yang harus dilindungi," ujar Nenden.

"Pemerintah harus menjelaskan kepada publik dasar hukum dan jaminan perlindungan hak warga atas data pribadinya sebelum kesepakatan ini dilanjutkan," lanjut dia.

Menurutnya kesepakatan internasional seperti ini tidak boleh dibuat sebelum ada kesiapan regulasi dan jaminan perlindungan hukum yang konkret.

"Bukan justru membuat kesepakatan terlebih dahulu, lalu menyusul regulasinya belakangan. Itu membahayakan hak-hak digital seluruh warga negara," ucapnya.

(lom/dmi)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Korea International