Jakarta, CNN Indonesia --
Kabar duka datang dari dunia badminton Indonesia. Sang legenda, Tan Joe Hok, mengembuskan napas terakhir pada Senin (2/6) siang.
Tan Joe Hok merupakan sosok yang mengharumkan Indonesia di arena badminton pada tahun 1950-an. Dari pria kelahiran Bandung pada 11 Agustus 1937 itu lahir keping emas pertama Indonesia di olahraga tepok bulu.
Pada 1958, Tan Joe Hok bersama rekan-rekan seangkatannya seperti Ferry Sonneville, Tan King Gwan, Njoo Kiem Bee, dan Eddy Yusuf membawa merah putih berkibar di ajang Piala Thomas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Itu merupakan kali pertama Indonesia menjadi juara pada kejuaraan beregu putra tersebut. Lawan yang dikalahkan dalam partai puncak juga bukan sembarangan yakni Malaysia yang sudah lebih dulu solid karena sering berkiprah di turnamen level dunia. Pada saat itu Indonesia adalah 'anak baru'.
Kemenangan di Piala Thomas 1958 ini adalah salah satu fondasi keyakinan bahwa badminton Indonesia tidak patut hanya sekadar jadi olahraga dengan tingkat persaingan nasional.
Sosok yang tenar di sektor tunggal putra namun juga punya prestasi di sektor ganda putra dan ganda campuran itu kemudian menorehkan tinta emas lain yang menunjukkan daya saing Indonesia di level internasional.
Setahun setelah cerita manis di Piala Thomas, Tan Joe Hok menjadi pebulutangkis pertama asal Indonesia yang mampu menjadi pemenang di kejuaraan All England. Tan Joe Hok memenangkan partai all Indonesian final melawan Ferry Sonneville.
Seolah tak cukup menorehkan sejarah, pada 1962 Tan Joe Hok kemudian kembali menjadi orang Indonesia pertama yang meraih emas Asian Games dari cabang badminton sektor tunggal putra. Tan Joe Hok juga membawa tim putra meraih emas Asian Games pada tahun yang sama untuk kategori beregu putra.
Setelah memberi prestasi untuk bangsa dan negara, Tan Joe Hok malah mengalami kesulitan untuk mendapatkan kewarganegaraan penuh di Indonesia pada masa awal Orde Baru berkuasa.
Tan Joe Hok sempat sulit mendapat SBKRI alias Surat Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia yang merupakan tanda identitas yang menyatakan bahwa pemiliknya adalah warga negara Indonesia. SBKRI ini hanya diberikan kepada warga keturunan, terutama keturunan China dan India.
"Saya sedih kenapa kami harus mengalami hal ini. KTP harus ditandai, harus punya SBKRI, dan harus ganti nama yang lebih memiliki unsur Indonesia," tutur pria yang sempat memakai nama Hendra Kartanegara kepada CNNIndonesia.com beberapa tahun lalu.
Tan Joe Hok menyebut ia sama sekali tidak berpikir meninggalkan Indonesia dan berganti kewarganegaraan.
"Saya lahir di Indonesia dan mati pun di Indonesia," ucap Tan Joe Hok.
Kini Tan Joe Hok telah tiada. Ucapannya benar terbukti. Setelah lahir di Indonesia dan mempersembahkan sederet prestasi, sang legenda wafat dan menutup mata selamanya di haribaan ibu pertiwi.
Selamat jalan, Tan Joe Hok.
(nva/jal)