Pilpres Korsel Menguak Maraknya Praktik Perdukunan Negeri Ginseng

4 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemilihan Presiden Korea Selatan yang digelar Selasa (3/6) dan dimenangkan Lee Jae Myung, ternyata mengungkap maraknya praktik perdukunan di negeri ginseng itu.

Para dukun yang dikenal dengan "mudang" atau "mansin" beradu kepandaian untuk bisa bisa melihat siapa pemenang dalam kontestasi politik kali ini. Yang Su Bong, salah satu dukun bahkan sudah bisa melihat pemenangnya sejak beberapa tahun.

"Sejak awal, saya sudah melihat Lee Jae-myung akan menjadi presiden," kata Yang kepada AFP dari kantornya di kota pelabuhan barat, Incheon.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagi dia, aura presiden sudah terlihat jelas di wajah Myung.

"Saya tak bisa berbohong tentang apa yang saya lihat," katanya menambahkan.

Tapi sebelum Yang meramalkan, hasil survei memang mengunggulkan mantan buruh pabrik itu untuk masuk ke kursi presiden Korsel. Survei terbaru dari Gallup menunjukkan 49 persen responden menilai Lee sebagai kandidat terbaik, sementara Kim Moon Soo dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang konservatif tertinggal dengan 35 persen.

Kekuatan ramalan dukun Yang, bukan saja mengungkap praktik gaib selama Pilpres tapi juga tradisi masyarakat Korsel selama berabad-abad.

Meski Korsel dikenal sebagai warga pekerja keras dengan raihan teknologi kelas dunia, namun para dukun tidak kehilangan pamor. Organisasi perdukunan terbesar di negara itu mencatat ada sekitar 300.000 dukun aktif di seluruh Korea Selatan.

Para dukun didatangi warga yang ingin tahu peruntungan mereka dari soal jodoh sampai keputusan bisnis.

Walaupun kepercayaan rakyat terhadap shamanisme ini juga kerap menjadi sorotan negatif bagi politik Korsel. Sebab, dua pemakzulan presiden Korsel pernah dikaitkan dengan praktik ini.

Misalnya saat mantan Presiden Park Geun Hye dilengserkan dari jabatannya pada 2017 imbas skandal jual-beli pengaruh, yang di antaranya terkait partisipasi dalam ritual perdukunan.

Mantan presiden Yoon dan istrinya, Kim Keon Hee, juga pernah dituduh mengandalkan dukun mencurigakan dalam pengambilan keputusan, termasuk, diduga, saat memutuskan deklarasi darurat militer yang memicu pemakzulannya.

Meski begitu, kepercayaan pada dukun sudah melekat pada rakyat Korsel selama ratusan tahun. Situs Asian Studies menerbitkan ulang sebuah esai panjang tentang praktik perdukunan di Korsel, hasil penelitian para antropologi dan agama dari buku Laurel Kendall, kurator koleksi Etnografi Asia di Museum Sejarah Alam Amerika dan Ketua Divisi Antropologi Museum. Dia menghabiskan dua tahun di sana, melihat ritual dukun yang disebut kut di kuil-kuil yang disebut kuttang.

Para dukun modern itu banyak didatangi para klien di sore hari setelah jam pulang kerja. Mereka melakukan persembahan kepada para dewi-dewi dengan cukup lama.

"Tetapi ketika saya mengamati apa yang dilakukan para dukun, saya juga mulai melihat bagaimana mereka mengadaptasi pekerjaan mereka dengan keadaan kehidupan modern yang berubah, bahkan ketika para dewa mereka mengatasi kecemasan klien-klien urban baru," katanya.

Fenomena perdukunan di Korsel

Sementara penulis lain, Donald L. Baker, pengajar di Jurusan Studi Asia di University of British Columbia, menuliskan hasil penelitiannya. Berdasarkan penjelasannya, tidak ada angka pasti tentang berapa banyak dukun aktif di Korea saat ini, atau berapa banyak orang Korea yang menggunakan jasa dukun.

Perkiraan jumlah dukun berkisar antara 40.000 hingga 100.000 atau lebih. Jika angka kisaran yang lebih tinggi akurat, maka akan ada lebih banyak dukun di Korea daripada biksu Buddha atau pendeta Kristen.

Meskipun Korea Selatan mengalami urbanisasi dan industrialisasi yang pesat selama setengah abad terakhir, dan meskipun gereja-gereja Kristen dan kuil-kuil Buddha semakin terlihat di jalan-jalan Korea, agama rakyat Korea tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang.

Secara tradisional, terdapat tiga jenis dukun di Korea. Dukun turun-temurun, spesialis ritual yang mewarisi kemampuan untuk melakukan ritual tertentu yang diyakini dapat memengaruhi perilaku roh.

Kedua, dukun peramal yang hanya menyampaikan informasi dari roh tanpa ritual yang rumit, dan biasanya tidak dirasuki.

Ketiga, dukun karismatik, yang terkadang disebut mansin. Mereka dipercaya memberikan pertunjukan yang jauh lebih baik, karena mengundang berbagai roh untuk menguasai tubuh mereka dan berbicara melalui tubuh mereka kepada mereka yang mencari pertolongan.

Rupanya, kepercayaan pada dukun tidak hilang meski masyarakat Korsel terkenal modern.

(imf/bac)

Read Entire Article
Korea International