ICW Desak RUU Perampasan Aset Disahkan, Bongkar Data Mengejutkan

1 hour ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong agar DPR dan pemerintah segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset. ICW menilai regulasi ini krusial untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi.

Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW Wana Alamsyah mengatakan RUU tersebut dapat menjadi instrumen penting untuk merampas aset hasil kejahatan, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"RUU Perampasan Aset menguntungkan atau tidak, kalau bagi kami dalam pemberantasan korupsi sebenarnya sangat menguntungkan karena paling tidak ada instrumen yang bisa merampas aset-aset koruptor," kata Wana dalam diskusi publik Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) dengan tajuk "Tarik Ulur Nasib RUU Perampasan Aset" di Jakarta, Jumat (19/9).

Wana memaparkan hasil riset ICW yang mencatat kerugian negara akibat korupsi sepanjang 2019-2023 yang mencapai Rp234 triliun. Namun, dari jumlah itu, hanya Rp32,8 triliun atau sekitar 13,8 persen yang berhasil dirampas dan dikembalikan ke negara.

"Dan ini bagi kami merupakan sesuatu preseden buruk dalam pemberantasan korupsi karena kita tidak bisa mendapatkan nilai maksimal atas kerugian negara yang telah ditimbulkan oleh para koruptor," kata Wana.

"Jadi, singkatnya, RUU Perampasan Aset sangat penting, tapi kemudian ketika ini penting, maka yang patut untuk dipertimbangkan adalah konten atau substansi dari RUU Perampasan Aset agar instrumennya tepat sasaran," imbuhnya.

5 catatan

ICW mencatat lima poin krusial yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RUU Perampasan Aset. Yakni kejelasan subjek yang dikenai, hukum acara yang jelas, batas nilai aset yang dirampas, pembatasan pada tindak pidana tertentu, dan mekanismecheck and balancekewenangan Kejaksaan.

"RUU ini jangan sampai dipakai sebagai alat kriminalisasi. Fokusnya harus pada tindak pidana ekonomi terorganisir, seperti korupsi, narkotika, atau terorisme, bukan diarahkan sembarangan," ucap Wana.

Dia berharap DPR bisa segera menerbitkan susunan draf dari RUU Perampasan Aset. Draf yang sudah beredar di publik saat ini disusun pada 2023 lalu. Ketika itu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) telah mengirim surat presiden terkait RUU Perampasan Aset, namun tidak ditindaklanjuti DPR.

"Karena kalau kita lihat, pasca-Jokowi mengirimkan Surpres, lalu kemudian sampai terakhir kemarin ada protes, itu kan tidak pernah ada pembahasan sama sekali," tuturnya.

Partisipasi bermakna

Guru Besar Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Pujiyono Suwadi menekankan pentingnya partisipasi publik dalam penyusunan RUU ini. Ia mengingatkan bahwa aturan tersebut berpotensi disalahgunakan jika tidak dilengkapi dengan kontrol dan batasan yang jelas.

RUU Perampasan Aset versi April 2023 mengatur mekanisme non-conviction based asset forfeiture,yang memungkinkan aset dirampas tanpa putusan pidana. Mekanisme ini dianggap efektif, tetapi juga membuka peluang kriminalisasi jika tanpa kontrol ketat.

"Kalau tidak ada batasan, aset orang bisa langsung disita hanya berdasarkan dugaan. Padahal tujuan kita mengembalikan kerugian negara, bukan menakut-nakuti masyarakat," kata Pujiyono.

Menurut dia, aparat penegak hukum kerap kesulitan untuk memburu aset-aset tersangka korupsi yang 'kebal' alias memiliki perlindungan secara politik maupun ekonomi.

RUU Perampasan Aset juga bisa membantu penegak hukum untuk mengejar aset-aset hasil tindak pidana ataupun korupsi yang berada di luar negeri.

"Kayak misalnya problem Riza Chalid, mungkin aset-aset yang di dalam negeri Kejaksaan atau aparat penegak hukum bisa agak luas, tetapi kemudian di luar negeri itu luar biasa kesulitan untuk kemudian mendeteksi dan kemudian melakukan penyitaan atau perampasan," ucap dia.

Lebih lanjut, apabila payung hukum tersebut sudah disahkan, Pujiyono berharap agar tidak disalahgunakan dalam praktiknya. Dia memandang perlu aparat penegak hukum yang bebas dari intervensi dan konsisten dalam bekerja.

"Makanya kalau dalam integrity criminal justice system kita itu kan, sebenarnya menjamin ada proses korektif. Ada dari penyidik, ada koreksi dari penuntut umum. Ketika kemudian penyidik ataupun penuntut umum ketika mau lakukan upaya paksa-ini yang juga kita dorong nih-di dalam KUHAP baru kita, nanti bisa dikoreksi oleh pengadilan," tutur dia.

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menyetujui 67 RUU untuk masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas untuk dibahas tahun 2026 pada Kamis (18/9).

Wakil Ketua Baleg DPR RI Sturman Panjaitan menyebut salah satu RUU penting yang dimasukkan ke dalam Prolegnas adalah RUU Perampasan Aset.

"Kami berharap, pemerintah juga berharap kita segera berkolaborasi untuk menyelesaikan. Pemerintah menginginkan agar segera diselesaikan," kata dia.

(ryn/dmi)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Korea International