Pemerintah Masih Kaji Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu

3 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah masih mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu lokal dan nasional pada 2029 mendatang.

Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan mengatakan putusan itu saat ini masih dalam kajian oleh pemerintah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setelah nanti kita petakan, dalam hal ini tingkat pemerintah, kita bahas dengan DPR, prosesnya seperti apa," ujar Budi di kompleks parlemen, Senin (7/7).

"Masih panjang [prosesnya]," imbuh dia.

Namun, Budi tak menampik implikasi dari putusan tersebut terhadap sejumlah hal. Mulai dari penganggaran, regulasi, termasuk sejumlah risikonya.

"Tentu keputusan MK-nya ada implikasinya, itu sedang dalam pembahasan kita, yaitu dalam tata kelola nantinya, perubahan regulasi, termasuk juga sistem penganggaran dan sebagainya, risiko-risiko dan sebagainya," katanya.

Pemerintah dan DPR sebelumnya disebut telah menggelar rapat dengan perwakilan pemerintah, membahas putusan MK pada 1 Juli lalu, atau sepekan setelah putusan MK dibacakan pada 26 Juni. Namun, baik pemerintah dan DPR belum angkat suara terkait hasil rapat tersebut.

Keputusan MK soal pemisahan pemilu tertuang lewat perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6).

Lewat putusan itu, MK meminta agar pemilu daerah atau lokal digelar setelah pemilu nasional minimal 2 tahun atau maksimal 2,5 tahun. Pemilu nasional meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan DPR, dan pemilihan DPD.

Sedangkan pemilihan lokal atau daerah meliputi kepala daerah gubernur dan bupati wali kota, serta DPRD.

Sejumlah pihak menyebut putusan itu akan menjadi pembicaraan para elit partai mengingat kompleksitasnya dengan undang-undang dan UUD. Fraksi-fraksi di DPR, kecuali NasDem, juga belum bersikap tegas terhadap putusan tersebut.

Ketua Komisi II DPR Bidang Politik dan Pemerintahan, Rifqinizami Karsayuda mengakui putusan MK dilematis untuk diimplementasikan. Di satu sisi, potensi perpanjangan masa jabatan anggota DPRD, dari 5 menjadi 7,5 tahun sesuai amanat MK, tak sesuai dengan UUD '45.

Sebab, UUD Pasal 22E mengamanatkan pemilihan DPR, presiden dan wakil presiden, serta DPRD dilaksanakan sekali dalam lima tahun. Di lain sisi, putusan MK juga harus diimplementasikan karena bersifat final dan mengikat.

"Pemilihan umum dilaksanakan 5 tahun sekali. Pemilihan umum dilaksanakan untuk memilih presiden-wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPD RI, dan anggota DPRD," kata politikus Partai NasDem itu.

"Nah, kalau kita membuat rekayasa norma pada level undang-undang, yang nyata-nyata melabrak norma di undang-undang dasar, kan kita bukan merekayasa konstitusi namanya, kita mengangkangi konstitusi," imbuhnya.

(thr/fra)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Korea International