Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah berencana menertibkan bangunan dan lahan yang berdiri di sepanjang bantaran sungai, waduk, dan danau.
Langkah ini dilakukan untuk mencegah banjir serta menertibkan tata ruang yang selama ini tumpang tindih di wilayah sempadan air.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan banyak bangunan berdiri di atas sempadan sungai dan waduk, yang pada akhirnya memperparah banjir di sejumlah wilayah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi tersebut juga menimbulkan persoalan hukum bagi aparat ATR/BPN yang pernah mensertifikatkan lahan di kawasan sempadan karena perbedaan tafsir regulasi.
"Latar belakang pertama adalah banyaknya bangunan di atas sempadan sungai, sempadan waduk, sempadan danau, situ dan sumber-sumber air lainnya yang dampaknya terjadi banjir karena di sempadannya itu banyak bangunan," ujar Nusron saat ditemui di Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Jakarta Selatan, Rabu (29/10).
Ia menjelaskan sebagian aturan menyebut sempadan sungai merupakan kekayaan negara. Aturan lain, mengkategorikannya sebagai tanah negara.
Perbedaan tersebut membuat sejumlah pegawai ATR/BPN tersangkut kasus hukum lantaran dianggap menerbitkan sertifikat di kawasan yang seharusnya tidak bisa dimiliki perorangan.
Untuk mengatasi hal ini, Kementerian ATR/BPN bersama Kementerian PU akan melakukan harmonisasi peraturan agar memiliki acuan yang sama mengenai batas dan status hukum sempadan sungai.
"Diharapkan dengan adanya rapat dengan PU ini pertama kita melakukan harmonisasi peraturan. Peraturannya harus seragam. Baik itu menjadi acuannya teman-teman di PU maupun di ATR/BPN," kata Nusron.
Setelah harmonisasi regulasi selesai, pemerintah berencana melanjutkan audit tata ruang dan audit sertifikat yang sempat tertunda pascabanjir. Audit ini akan menyasar kawasan yang berpotensi tinggi mengalami banjir, seperti Ciliwung, Cisadane, Cikeas, dan Citarum.
Nusron menegaskan hasil audit akan menjadi dasar penertiban lahan dan bangunan yang berada di sempadan sungai.
"Kita akan cek masih ada berapa tanah yang disertifikatkan di situ, kita batalin. Kita cek juga ada berapa bangunan gedung, kita minta pemda untuk membatalkan, supaya pelan-pelan dikembalikan menjadi fungsi sempadan," jelasnya.
Menurut Nusron, fungsi sempadan harus dikembalikan sebagai ruang penyangga alami sungai agar air tidak meluap ke permukiman.
"Air itu punya tempatnya sendiri. Jangan sampai tempatnya air ditempatin manusia. Nanti jangan sampai manusianya marah kalau airnya gantian menempatin tempat manusia," ujarnya.
Selain itu, ATR/BPN juga akan mendorong digitalisasi pertanahan untuk mencegah kembali munculnya bangunan ilegal di kawasan tersebut. Semua wilayah sempadan akan disertifikasi atas nama negara agar terekam dalam sistem peta digital pertanahan.
"Setelah ini dilakukan nanti kita minta kepada Kementerian PU dan pemda, semua sepadan sungai, sepadan danau, dan situ itu harus disertifikasi. Supaya dalam peta digital kita langsung muncul tanah ini punyanya PU. Sehingga kalau ada orang lain mau memohon, sudah langsung ke-blok," ungkapnya.
Nusron juga memastikan tanah di sempadan sungai, pantai, dan jalan termasuk dalam kategori common right, sehingga tidak boleh dimiliki atau disertifikatkan oleh individu.
"Yang boleh disertifikatkan itu adalah private right. Sempadan sungai itu common right. Jadi enggak boleh ada orang untuk mensertifikatkan," tegasnya.
(del/agt)


















































