Jakarta, CNN Indonesia --
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq mewanti-wanti agar orang tua membatasi penggunaan gadget, seperti Hp hingga tablet, untuk anak usia dini.
Menurut Fajar hal ini tak lepas dari ancaman risiko brain rot, sebuah fenomena penurunan kondisi mental akibat terpapar konten media sosial secara berlebihan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sedang menghadapi tantangan besar, yakni tsunami digital yang menyerang anak-anak kita sejak usia dini. Pola asuh dan interaksi anak dengan orang tua maupun guru telah banyak dipengaruhi oleh media sosial dan penggunaan gawai," kata Fajar, dalam sebuah keterangan, melansir Detik, Minggu (8//6).
"Ini berisiko menimbulkan gejala brain rot, yaitu menurunnya stimulasi intelektual, emosional, dan sosial akibat paparan digital yang berlebihan," lanjutnya.
Di era internet, istilah brain rot merujuk pada konsumsi konten receh di media sosial secara berlebihan.
Ilustrasi. Pendidikan anak usia dini seharusnya lebih menekankan metode belajar konvensional yang mengedepankan interaksi fisik. (Foto: Getty Images/AzmanJaka)
Brain rot berpotensi dialami oleh pengguna di semua rentang usia, baik anak-anak, remaja, maupun orang tua. Beberapa tanda terjadinya brain rot adalah sulitnya berkonsentrasi kala beraktivitas hingga kesulitan untuk melepaskan diri dari gadget.
Menurut Fajar dampak penggunaan gawai yang berlebihan pada anak usia dini yakni sebanyak 33,4 persen anak usia 0-6 tahun telah terbiasa menggunakan gawai. Bahkan 25 persen di antaranya berada di rentang usia 0-4 tahun.
Sementara itu, pada kelompok usia 5-6 tahun, angkanya meningkat hingga 52 persen.
Utamakan metode konvensional
Fajar menegaskan pendidikan anak usia dini seharusnya lebih menekankan metode belajar konvensional yang mengedepankan interaksi fisik. Contohnya seperti membaca buku ceta dan bermain secara langsung guna merangsang kecerdasan anak.
Menurut Melly Latifah dkk dari Divisi Perkembangan Anak, Departmen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK) Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB University, berdasarkan hasil risetnya, anak-anak yang kecanduan gawai cenderung menunjukkan perilaku seperti sulit melepaskan diri dari gawai, mudah marah saat penggunaan gawai dibatasi, dan mengabaikan aktivitas lain yang lebih bermanfaat.
Ia menekankan kecanduan gawai dapat menghambat perkembangan sosial-emosional anak. Anak-anak yang terlalu sering menggunakan gawai cenderung memiliki kemampuan interaksi sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan yang penggunaan gawainya dibatasi.
Rekomendasi untuk orang tua
Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan Melly dkk, berikut sejumlah rekomendasi praktis bagi orang tua dalam menghadapi tantangan penggunaan gawai oleh anak:
Pertama, batasi durasi penggunaan gawai pada anak. Anak usia prasekolah sebaiknya tidak menggunakan gawai lebih dari satu jam per hari.
Kedua, pilih konten yang sesuai usia anak. Pastikan anak hanya mengakses konten yang sesuai dengan usianya. Gunakan aplikasi dan platform yang memiliki fitur pengawasan orang tua.
Ketiga, libatkan anak dalam aktivitas non-digital yang melibatkan interaksi langsung, seperti bermain di luar ruangan, membuat kerajinan tangan, atau membaca buku bersama
Keempat, tingkatkan kualitas interaksi keluarga. Luangkan waktu untuk berkomunikasi dengan anak tanpa gangguan gawai. Hal ini penting untuk membangun kedekatan emosional antara orang tua dan anak
Kelima, jadilah contoh yang baik. Anak cenderung meniru perilaku orang tua. Oleh karena itu, orang tua perlu menunjukkan perilaku yang bijak dalam penggunaan gawai, seperti tidak terlalu sering menggunakan ponsel saat bersama anak.
(dmi/bac)