Netanyahu Gagal Digulingkan usai Oposisi Kalah Tipis Voting Knesset

22 hours ago 6

Jakarta, CNN Indonesia --

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu lolos dari upaya penggulingan setelah parlemen gagal meraih mayoritas suara atas mosi tidak percaya yang diajukan koalisi partai oposisi terhadap sang PM.

Dalam rapat parlemen pada Rabu (11/6) malam waktu setempat, total 61 dari total 120 anggota Knesset atau parlemen Israel menolak mosi tidak percaya itu. Sementara itu, ada 53 anggota yang mendukung pembubaran pemerintahan Netanyahu dan penggulingannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rancangan undang-undang ini diajukan oleh oposisi dengan harapan memicu pemilu lebih cepat. Kali ini, koalisi partai oposisi Netanyahu dibantu oleh dukungan partai-partai ultra-Ortodoks yang marah terhadap Netanyahu terkait isu sensitif soal wajib militer bagi warga Yahudi.

Meskipun oposisi didominasi oleh kelompok-kelompok sentris dan kiri, partai-partai ultra-Ortodoks yang saat ini menjadi penopang utama pemerintahan Netanyahu sebelumnya mengancam akan mendukung mosi pembubaran tersebut.

Namun, media lokal melaporkan pada Kamis pagi bahwa sebagian besar anggota parlemen partai-partai ultra-Ortodoks akhirnya sepakat untuk tidak mendukung pembubaran pemerintah.

Setelah kekalahan ini, dikutip AFP, oposisi harus menunggu enam bulan sebelum bisa mengajukan RUU serupa kembali.

Para pemimpin fraksi oposisi pada Rabu menyatakan keputusan membawa RUU ke Knesset adalah hasil kesepakatan bulat dan mengikat semua fraksi. Mereka juga menambahkan bahwa semua partai oposisi akan menghentikan aktivitas legislasi untuk fokus "menumbangkan pemerintahan."

Namun, negosiasi dari partai Netanyahu, Likud terus bergulir hingga akhirnya hasil pemungutan suara mosi tidak percaya cukup ketat.

Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich mengkritik keras mosi ini dan mengatakan menjatuhkan pemerintahan di masa perang seperti saat ini akan menjadi "bahaya eksistensial" bagi masa depan Israel.

"Sejarah tidak akan memaafkan siapa pun yang menyeret Israel ke dalam pemilu saat perang," ujar Smotrich di parlemen.

Pemerintahan Netanyahu saat ini bergantung pada aliansi antara partai Likud, kelompok-kelompok sayap kanan, dan partai-partai Yahudi ultra-Ortodoks. Jika salah satu keluar dari koalisi, pemerintahan Netanyahu bisa runtuh seketika. 

Koalisi Netanyahu, yang dibentuk pada Desember 2022, merupakan salah satu yang paling berhaluan ekstrem sayap kanan dalam sejarah Israel. Koalisi ini mencakup dua partai ultra-Ortodoks: Shas dan United Torah Judaism (UTJ).

Mosi tidak percaya ini keluar kala Netanyahu terus mendapatkan tekanan dari luar hingga dalam negeri soal agresi brutalnya ke Jalur Gaza Palestina. Semakin banyak negara Barat sekutu Israel menjaga jarak bahkan menekan Tel Aviv demi segera membuka akses bantuan kemanusiaan hingga gencatan senjata di Jalur Gaza.

Protes dari dalam negeri juga semakin nyaring terhadap Netanyahu setelah dirinya berencana menerapkan aturan bahwa warga laki-laki ultra-Ortodoks Yahudi tetap harus ikut wajib militer.

Wajib militer merupakan memang sudah diterapkan Israel sejak mengeklaim berdiri sebagai sebuah negara. Namun, laki-laki ultra-Ortodoks yang mendedikasikan hidupnya untuk mengabdi pada agama Yahudi diberikan pengecualian untuk ikut wajib militer secara de facto.

Usaha untuk mencabut pengecualian itu memicu reaksi keras dari publik kala Netanyahu juga ditekan untuk segera gencatan senjata di Gaza dan membawa pulang sisa warga yang menjadi sandera Hamas.

(rds)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Korea International