Jakarta, CNN Indonesia --
Masyarakat adat Sorong Selatan siap mengembangkan ekowisata berkelanjutan dengan tetap menjunjung kearifan lokal dan menjaga kelestarian alam. Sebanyak tiga kampung mengikuti pelatihan sekaligus pengukuhan sebagai pionir Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang mengelola wisata berbasis alam dan budaya di Sorong Selatan.
Selama empat hari, pada 14-17 Mei 2025, masyarakat adat yang tergabung dalam Pokdarwis dari tiga kampung di Kabupaten Sorong Selatan mengikuti Pelatihan Ekowisata Berkelanjutan sekaligus uji coba wisata di Kampung Klaogin, Distrik Seremuk.
Tiga kampung tersebut adalah Kampung Bariat dan Nakna dari Distrik Konda, serta Kampung Klaogin dari Distrik Seremuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kegiatan ini juga dimanfaatkan oleh Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Dispora) Sorong Selatan untuk mengukuhkan ketiga Pokdarwis sebagai pionir pengelola wisata berbasis alam dan budaya di wilayahnya.
"Sorong Selatan dikaruniai keindahan alam yang luar biasa, mulai dari hutan tropis, keanekaragaman hayati, hingga budaya yang kaya, ini adalah aset wisata alam yang tak ternilai harganya," ujar Daud Azer Fatary, Kepala Dispora Sorong Selatan, mengutip siaran pers Konservasi Indonesia (KI) yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (19/5).
Ia menambahkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah kunci agar manfaat ekonomi bisa dirasakan langsung oleh warga lokal.
"Pemerintah mesti mendukung dengan peraturan yang pro lingkungan. Jadilah pionir ekowisata yang menjunjung tinggi kearifan lokal dan kelestarian alam," tegasnya.
Kajian yang dilakukan Konservasi Indonesia pada awal 2025 menyatakan bahwa wilayah Sorong Selatan sangat potensial untuk pengembangan ekowisata.
Di sekitar Kampung Klaogin saja, terdapat kekayaan keanekaragaman hayati yang mencakup 41 spesies pohon, 28 jenis burung, 10 reptil, 9 genus mamalia, dan 13 genus ikan. Selain itu, juga ditemukan 14 tanaman obat dan sedikitnya 16 atraksi wisata budaya.
Dance Yadafat, Ketua Pokdarwis Kampung Klaogin, mengaku kegiatan ini sangat bermanfaat bagi kelompoknya.
"Saya tertarik mengikuti kegiatan ini karena kami dapat menerima ilmu bagaimana cara mengelola pariwisata alam dan budaya. Kami dari Pokdarwis Klaogin belum mengetahui apa langkah-langkah mengenai bagaimana cara menyelenggarakan wisata di tempatnya sendiri. Saya, selaku ketua Pokdarwis, mau mencapai keberhasilan untuk masyarakat saya [bahwa] kerja saya harus berhasil," ujarnya.
Ilustrasi. Sorong Selatan siap mengembangkan ekowisata berkelanjutan dengan tetap menjunjung kearifan lokal dan menjaga kelestarian alam. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Peserta pelatihan ini merupakan bagian dari masyarakat adat tujuh sub-suku di Kabupaten Sorong Selatan yang saat ini tengah memperjuangkan pengakuan Hutan Adat melalui skema Perhutanan Sosial dari Kementerian Kehutanan.
Ketua Pokdarwis Kampung Bariat, Yance Konjol, mengatakan bahwa pelatihan ini menunjang upaya menjaga hak-hak adat dan perlindungan keanekaragaman hayati.
"Pelatihan ini menunjang hak-hak adat, menjaga hak-hak adat dan juga hak-hak masyarakat secara umum, (untuk) melindungi cenderawasih, lau-lau (kanguru), kakatua putih jambul kuning, nuri kepala hitam dan lain-lain. Kami siap untuk bangun (pariwisata) demi masa depan anak-anak kami."
Kajian Konservasi Indonesia bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat pada 2023 menyebutkan bahwa dari total 654.900 hektar wilayah Sorong Selatan, sekitar 497.522 hektar di antaranya merupakan ekosistem alami bernilai tinggi.
Manager Program Sorong Selatan untuk Konservasi Indonesia Muhamad Varih Sovy mengatakan, sorong Selatan memiliki 32 jenis ekosistem alami, termasuk hutan gambut tropis yang esensial untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, sekaligus penyedia jasa ekosistem esensial bagi masyarakat yang bergantung pada praktik pemanfaatan hutan dan agroforestri berbasis ekologi dan subsisten.
"Kajian kami juga mencatat keberadaan 416 jenis tumbuhan dan 372 jenis vertebrata, termasuk 58 mamalia, 280 burung, 36 reptil, dan 14 amfibia, menjadikan Sorong Selatan sebagai kawasan biodiversitas yang sangat sangat kaya di Papua Barat Daya," kata dia.
Dia juga menekankan pentingnya dukungan lintas sektor dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan. Pasalnya, selain kebutuhan regulasi yang berpihak pada kelestarian alam dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, beragam tantangan lain juga harus diberikan solusinya.
"Mulai dari keterbatasan sarana dan prasarana, akomodasi dan aksesibilitas yang masih terbatas, hingga kepada pengembangan sumber daya manusia tentu harus menjadi prioritas," pungkas Varih.
Selain Dispora Sorong Selatan, kegiatan ini juga melibatkan Dinas Kepemudaan, Olahraga, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif (Dispora Parekraf) Papua Barat Daya, Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Wilayah Maluku-Papua, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Papua Barat Daya dari Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), Indonesia Ecotourism Network (Indecon), serta didukung oleh Konservasi Indonesia.
(tis/els)