Jakarta, CNN Indonesia --
Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Tri Taruna Fariadi ditahan KPK setelah menyerahkan diri dan dilakukan pemeriksaan intensif pada Senin (22/12).
"Malam ini penyidik langsung melakukan penahanan terhadap TAR. Penahanan dilakukan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak hari ini, Senin 22 Desember sampai dengan 10 Januari 2026," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Senin malam.
"Penahanan dilakukan di Gedung ACLC, KPK C1," sambungnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tri Taruna yang mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK bernomor 100 dengan tangan diborgol tidak memberikan sepatah kata pun saat dikonfirmasi mengenai kasus hukumnya. Dia langsung menuju mobil tahanan KPK.
Tri Taruna menyerahkan diri pada Senin (22/12) setelah sempat melawan petugas dan kabur saat hendak ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) 18 Desember lalu.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com di Gedung Merah Putih KPK, penyerahan diri tersebut turut didampingi oleh dua personel TNI dan petugas dari Kejaksaan Agung. Mereka tiba sekitar pukul 12.50 WIB.
Tri Taruna membantah telah menabrak petugas KPK.
"Enggak pernah saya nabrak," kata Tri Taruna saat dicecar mengenai dugaan perlawanan tersebut, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (22/12).
Berdasarkan keterangan KPK dalam konferensi pers, Sabtu (20/10) pagi, Tri Taruna disebut melawan dengan cara menabrakkan mobilnya ke petugas KPK. Dia berhasil kabur saat hendak ditangkap tangan.
Proses hukum terhadap Tri Taruna berkaitan dengan kasus dugaan pemerasan.
Selain dia, KPK juga menetapkan Kepala Kejaksaan Negeri HSU Albertinus Parlinggoman Napitupulu dan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri HSU Asis Budianto sebagai tersangka.
Keduanya sudah dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK selama 20 hari pertama terhitung mulai 19 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP.
Setelah menjabat sebagai Kajari HSU pada Agustus 2025, Albertinus diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya sebesar Rp804 juta, secara langsung maupun melalui perantara, yakni Asis dan Tri Taruna serta pihak lainnya.
Penerimaan uang tersebut berasal dari dugaan tindak pemerasan Albertinus kepada sejumlah perangkat daerah di HSU, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
"Dalam kurun November-Desember 2025, dari permintaan tersebut, APN (Albertinus) diduga menerima aliran uang sebesar Rp804 juta yang terbagi dalam dua klaster perantara," kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Sabtu (20/18) pagi.
(ryn/isn)

















































