Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membeberkan jurus menambal penerimaan negara bukan pajak (PNBP) usai dividen BUMN Rp90 triliun resmi disikat Danantara.
Semula, dividen BUMN alias kekayaan negara dipisahkan (KND) merupakan 1 dari 5 kelompok PNBP yang diterima Kemenkeu. Potensi dividen BUMN 2025 adalah Rp90 triliun dari target PNBP tahun ini senilai Rp513,6 triliun.'
Plh Dirjen Anggaran Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan PNBP yang masuk per kuartal I 2025 adalah Rp115,9 triliun atau 22,6 persen dari target. Khusus untuk KND sudah diterima Rp10,88 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sudah masuk pada Januari (2025), sifatnya dividen interim. Kemudian, ada UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN (yang juga mengatur Danantara), sehingga kita mengantisipasi ini (PNBP dari dividen BUMN) setop," ucapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta Pusat, Kamis (8/5).
"Dividen BUMN ini di 2025 sudah masuk Rp10,88 triliun atau 12,1 persen dari target APBN yang sebesar Rp90 triliun. Asalnya adalah pada Januari lalu, ada pembayaran dividen interim dari BRI untuk tahun buku 2024. Setelah itu, tidak ada lagi pembayaran dividen, dengan sudah ditetapkannya UU Nomor 1 Tahun 2025," jelas Suahasil.
Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan itu menjelaskan pemasukan dari dividen BUMN terus meningkat, setidaknya dari 2023. Ia merinci pada tahun itu sumbangsih dividen BUMN ke PNBP adalah Rp82 triliun dan meningkat ke Rp86 triliun pada 2024.
Suahasil menyebut pemasukan dari dividen BUMN alias KND sebelumnya hanya di kisaran Rp40 triliun dari total penerimaan negara bukan pajak.
Oleh karena itu, Suahasil menegaskan Kemenkeu membuat strategi yang dinamai 'extra effort'. Ada empat poin upaya Kementerian Keuangan untuk menambal hilangnya Rp90 triliun dari dividen BUMN yang disikat Danantara.
Pertama, Kemenkeu akan melakukan perbaikan tata kelola. Kedua, meningkatkan kepatuhan dan perluasan basis penerimaan PNBP.
Strategi ketiga adalah pemberian insentif PNBP yang lebih terukur. Keempat, Kementerian Keuangan bakal melakukan penguatan sumber daya dan organisasi.
"Beberapa extra effort itu kita maksudkan untuk bisa memperbaiki kepatuhan. Kalau Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara Antar Kementerian/Lembaga (SIMBARA) kita lakukan (perluasan PNBP) untuk nikel, bauksit, moga-moga terjadi peningkatan kepatuhan. Ini nanti ada dampaknya pada penerimaan," ucap Suahasil memberi contoh extra effort Kemenkeu.
"Tarif royalti untuk minerba dan PNBP produksi batu bara, ini peraturan pemerintah (pp) baru, PP 19/2025 dan PP 18/2025. Ini moga-moga nanti bisa meningkatkan (PNBP) karena ada peningkatan tarif royalti di situ untuk beberapa kategori. Kita akan melakukan pemantauan secara khusus seperti apa, tapi ini pp baru 26 April (2025), baru 2 minggu lalu," sambungnya.
Ia juga menyebut ada jurus intensifikasi dan ekstensifikasi PNBP dari sejumlah kementerian/lembaga (K/L). Namun, Suahasil mengakui potensi tambahan penerimaannya cuma di kisaran ratusan miliar rupiah atau mentok Rp1 triliun-Rp2 triliun.
Ada juga joint program Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) untuk meningkatkan kepatuhan penerimaan pajak, kepabeanan, serta PNBP. Walau, ia belum bisa merinci berapa jumlah pasti tambahan pemasukan yang akan dikantongi negara dari skema ini.
"Effort yang dilakukan untuk PNBP tidak akan bisa menggantikan dividen (BUMN), tapi akan dilakukan upaya-upaya lain melalui (Ditjen) Pajak, Bea Cukai, dan sumber-sumber penerimaan lainnya," komentar Wakil Ketua XI DPR RI Dolfie OFP yang memimpin RDP.
(skt/agt)