Jakarta, CNN Indonesia --
Produsen mobil listrik yang selama ini mengimpor kendaraan dalam bentuk utuh (Completely Built Up/CBU) untuk pasar Indonesia wajib merakit lokal mobilnya mulai tahun depan agar mereka tetap bisa memperoleh insentif. Ketentuan tersebut seiring berakhirnya kebijakan insentif pada akhir tahun ini.
Insentif BEV kategori CBU akan berakhir akhir tahun ini sesuai Permenperin Nomor 6 Tahun 2023. Dengan demikian, pemain BEV harus mulai memproduksi di dalam negeri pada 2026 untuk memperoleh insentif pajak, antara lain pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) 0 persen dan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN-DTP) 10 persen, sehingga tarif PPN yang dibayar hanya 2 persen.
Sedangkan saat ini mobil listrik CBU mendapat insentif bea nol persen dari seharusnya 50 persen, PPnBM nol persen dari seharusnya 15 persen. Total pajak yang dibayar ke pemerintah pusat mobil listrik CBU hanya 12 persen dari seharusnya 77 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun pabrikan tetap harus memenuhi syarat yaitu mereka wajib membuka bank garansi dan komitmen produksi 1:1 dengan spesifikasi minimal sama. Relaksasi ini tidak akan berlaku lagi pada 2026.
"Bagaimana kita ketahui insentif-insentif yang pada tahun 2025 ini diimplementasikan ada yang sudah akan berakhir," kata Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Mahardi Tunggul Wicaksono di kantornya, Senin (19/5).
Tunggul menegaskan, insentif-insentif ini merupakan stimulus penting dalam membangun ekosistem kendaraan listrik nasional yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Ia menambahkan pemerintah tak hanya memberi dukungan melalui insentif fiskal, melainkan juga kebijakan non fiskal.
"Kami percaya, dengan sinergi regulasi, insentif, dan investasi, Indonesia mampu menjadi pemain utama dalam industri kendaraan masa depan," kata dia.
Tunggul menambahkan pemerintah turut mengkaji pemberian insentif ke semua kendaraan bermotor yang memakai energi terbarukan, seperti hybrid hingga hidrogen, tapi besarannya masih terus dikaji.
"Perlu diingat, kami tidak merumuskan sendiri pemberian insentif, melainkan berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian ESDM, dan Kementerian Keuangan," ujar dia.
Saat ini ada 63 perusahaan yang memproduksi sepeda motor listrik roda dua dan tiga, dengan jumlah kapasitas produksi sebanyak 2,28 juta unit per tahun dan total investasi sebesar Rp1,13 triliun. Kemudian, terdapat sembilan perusahaan yang memproduksi mobil listrik dengan jumlah kapasitas produksi sebanyak 70.060 unit per tahun dan investasi sebesar Rp4,12 triliun.
Ada pula tujuh perusahaan yang memproduksi bus listrik, dengan kapasitas produksi tahunan 3.100 unit dan total investasi sebesar Rp0,38 triliun. Jadi, keseluruhan investasi tersebut sebesar Rp5,63 triliun.
"Investasi ini yang perlu dijaga, karena membawa multiplier effect bagi perekonomian nasional, termasuk pada peningkatan jumlah tenaga kerja di Indonesia," tutup Tunggul.
(ryh/mik)