Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia dan Kanada resmi menandatangani Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA) di Ottawa, Kanada, Rabu (24/9).
Kesepakatan tersebut ditandatangani Menteri Perdagangan RI, Budi Santoso, bersama Menteri Perdagangan Internasional Kanada, Maninder Sidhu, disaksikan langsung oleh Presiden RI, Prabowo Subianto, dan Perdana Menteri Kanada, Mark Carney.
Penandatanganan ini menjadi salah satu agenda utama dalam kunjungan resmi Presiden ke Kanada. Kesepakatan ini menandai babak baru dalam hubungan ekonomi Indonesia dengan kawasan Amerika Utara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
ICA-CEPA merupakan perjanjian perdagangan komprehensif pertama Indonesia dengan negara di wilayah tersebut, sekaligus yang pertama bagi Kanada dengan negara Asia Tenggara.
Menurut Budi Santoso, ICA-CEPA tidak hanya penting dari sisi akses pasar, tetapi juga menjadi tonggak sejarah dalam memperkuat daya saing produk dan jasa Indonesia di Kanada.
"Perjanjian ini membuka akses pasar yang lebih luas, serta memperkuat daya saing produk dan jasa Indonesia di Kanada," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (26/9).
Melalui kesepakatan ini, lebih dari 90 persen atau sekitar 6.573 pos tarif Indonesia akan mendapat preferensi di pasar Kanada. Produk potensial seperti tekstil, alas kaki, furnitur, makanan olahan, elektronik, hingga sarang burung walet diperkirakan menjadi lebih kompetitif.
Sejumlah produk bahkan langsung menikmati tarif 0 persen begitu perjanjian berlaku, antara lain makanan olahan, hasil laut, kerajinan berbahan serat alam, peralatan rumah tangga, serta granit dan marmer.
Sebaliknya, Indonesia juga membuka pasar sebesar 85,54 persen atau sekitar 9.764 pos tarif bagi produk prioritas Kanada. Produk yang diuntungkan antara lain daging sapi beku, gandum, kentang, makanan hasil laut, dan makanan olahan.
Skema ini diharapkan menciptakan hubungan dagang yang lebih seimbang serta membuka ruang investasi baru di kedua negara.
Budi menekankan bahwa perjanjian ini bukan semata persoalan tarif, tetapi juga sarana untuk membangun ekosistem perdagangan yang inklusif. Investor Kanada, menurutnya, memiliki peluang untuk memperluas jaringan kemitraan di Indonesia, khususnya di sektor energi, pertanian, dan industri manufaktur.
"Penandatanganan ini baru awal. Tugas kita selanjutnya adalah memastikan perjanjian ini memberi manfaat nyata bagi masyarakat, pelaku usaha, dan investor di kedua negara. Indonesia terbuka untuk kemitraan. Mari bersama-sama wujudkan pertumbuhan dan kesejahteraan yang berkelanjutan," imbuh dia.
Sebagai informasi, data Kementerian Perdagangan menunjukkan total perdagangan Indonesia-Kanada pada Januari-Juli 2025 mencapai US$2,72 miliar, naik 30 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$2,09 miliar.
Ekspor Indonesia tercatat sebesar US$1,01 miliar, sementara impor dari Kanada mencapai US$1,71 miliar.
Produk ekspor utama Indonesia meliputi karet alam, alas kaki, kakao, minyak nabati, dan tekstil. Adapun impor utama dari Kanada terdiri dari gandum, pupuk, kedelai, bubur kayu kimia, serta emas.
Indonesia-Uni Eropa
Sebelumnya, Indonesia juga mencapai penyelesaian substantif Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (I-EU CEPA). Joint announcement dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto dan EU Commissioner for Trade and Security, Maroš Šefčovič, di Bali, Selasa (23/9).
Budi pun menyambut baik penyelesaian substantif Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa ini. Menurutnya, momentum ini merupakan babak baru dalam hubungan bilateral Indonesia dan Uni Eropa.
"I-EU CEPA mencerminkan komitmen kedua pihak untuk menciptakan kemitraan yang seimbang, adil, dan saling menguntungkan untuk jangka panjang," ucapnya pada kesempatan terpisah.
Ia melanjutkan, Indonesia perlu membangun kemitraan yang solid dan progresif dengan mitra terkemuka untuk menavigasi dinamika perdagangan global saat ini. Terlebih, I-EU CEPA ini akan memberikan kepastian bisnis berbasis aturan yang akan mendorong tingkat kepercayaan pelaku bisnis.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono, menjelaskan bahwa I-EU CEPA membuka peluang diversifikasi perdagangan dan mengurangi ketergantungan pada mitra dagang tertentu.
"Adanya perjanjian ini juga mendorong peningkatan standar produksi di Indonesia, yang juga akan mendorong daya saing, serta peluang ekspansif produk Indonesia ke pasar lainnya di dunia," papar dia di sela-sela Pertemuan Tingkat Menteri Ekonomi ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia.
Dirinya melanjutkan, usai penyelesaian substantif, kedua pihak akan melakukan proses telaah hukum (legal scrubbing) dan prosedur domestik lainnya agar I-EU CEPA dapat segera ditandatangani pada 2026, dan dilanjutkan dengan proses ratifikasi di parlemen kedua pihak. agar bisa diimplementasikan pada Januari 2027.
I-EU CEPA diproyeksikan menjadi terobosan besar dalam hubungan dagang Indonesia dan Uni Eropa. Perjanjian ini akan menghapus hingga 98 persen tarif serta memangkas hampir seluruh hambatan perdagangan barang dan jasa, sekaligus membuka jalur yang lebih luas bagi arus investasi.
Dampaknya akan terasa di berbagai sektor utama, bagi Indonesia seperti produk sawit, tekstil, dan alas kaki akan memiliki daya saing lebih kuat. Sementara bagi Uni Eropa, peluang terbuka lebar untuk produk makanan, pertanian, otomotif, hingga industri kimia.
Lebih dari sekadar angka, I-EU CEPA memberi ruang bagi pelaku usaha kedua belah pihak untuk meraih peluang bisnis yang lebih menjanjikan.
Akses pasar yang lebih dalam dan kepastian regulasi akan menjadi modal penting bagi Indonesia, khususnya pada sektor padat karya seperti industri manufaktur dan pertanian, untuk memanfaatkan besarnya pasar Uni Eropa.
Perjanjian ini juga meluas ke bidang jasa. Penyedia jasa Indonesia, termasuk kalangan profesional muda, dapat memperluas kiprahnya di Uni Eropa.
Profesi seperti penasihat hukum, arsitek, tenaga IT, bidan, perawat, hingga insinyur diperkirakan akan semakin dibutuhkan, membuka prospek kerja sama yang lebih dinamis lintas wilayah.
Tak hanya itu, I-EU CEPA juga diharapkan menciptakan iklim investasi yang kondusif. Investasi baru berpotensi mengalir deras ke sektor-sektor masa depan, terutama energi terbarukan, kendaraan listrik, teknologi informasi dan komunikasi (ICT), elektronik, serta farmasi.
Seluruh peluang ini sejalan dengan arah pembangunan ekonomi hijau yang tengah digalakkan Indonesia. Pada akhirnya, kerja sama yang lahir dari I-EU CEPA tidak hanya memperkuat perdagangan dan investasi, tetapi juga mendukung agenda hilirisasi nasional.
Sebagai informasi, total perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa pada Januari-Juli 2025 mencapai US$18 miliar, meningkat 4,34 persen dibanding periode sama tahun lalu. Pada 2024, total perdagangan mencapai US$30,40 miliar dengan Indonesia meraih surplus sebesar US$4,4 miliar.
Produk ekspor utama Indonesia ke Uni Eropa antara lain minyak kelapa sawit dan turunannya; bijih tembaga dan konsentratnya; asam lemak monokarboksilat industri; alas kaki dengan sol luar dari karet, plastik, atau kulit dan bagian atas dari kulit; serta bungkil minyak dan residu padat lainnya.
Sementara, produk utama impor Indonesia dari Uni Eropa antara lain obat-obatan, mesin pembuat bubur kertas dari bahan selulosa berserat, mobil atau kendaraan bermotor, kendaraan bermotor untuk angkutan barang, serta mesin dan peralatan mekanis dengan fungsi individual.
(rir)