Gen Z Dicap Cepat Dewasa, Apa Kata Mereka?

1 hour ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Generasi Z atau Gen Z sering dicap sebagai generasi yang cepat dewasa. Mereka pun curhat bahwa selalu ada sisi positif dan negatif terlahir di tengah perkembangan era digital yang pesat.

Setelah lulus dari perguruan tinggi, Revli Daffa Ramadhani memutuskan untuk mengambil magang di sebuah perusahaan media. Sebenarnya sebagai anak sulung dan satu-satunya laki-laki di rumah, ia sudah memikirkan soal pekerjaan yang benar-benar menghasilkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Revli mengaku meski dirinya berkuliah di bidang jurnalistik, tapi ia belum bisa memastikan bahwa nanti ia akan terjun ke dunia media massa.

"Sebagai laki-laki, anak pertama, jadinya harus lebih tough, lebih bisa menentukan hidup untuk menghidupi keluarga. Kuliah udah selesai ya mikir kerjaan. Ini dapat magang, kalau bisa perform dan menghasilkan, baru [saya pikir] karier [saya] di sini," ujar Revli saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Selasa (16/9).

Menurut pria kelahiran 2003 ini, tak masalah jika harus eksplorasi lagi jika bekerja di media massa bukan jalan karier dan rezekinya.

Eksplorasi sepertinya lekat dengan Gen Z. Diana Khaira Ernengsih mengaku tak keberatan dengan eksplorasi. Meski konsekuensinya, Gen Z sering dicap tidak konsisten ketika mencoba mengeksplorasi sesuatu yang baru.

"Dibilang enggak konsisten, menggebu di awal terus ditinggalin pas enggak suka. Soal pekerjaan, Gen Z dibilang enggak konsisten di satu tempat kerja, pengennya pindah mulu," kata perempuan berusia 28 tahun ini.

Paparan internet sejak lahir

Tak hanya cap sebagai generasi yang kurang konsisten, Gen Z juga dicap terlalu cepat tua atau dewasa sebelum waktunya. Baik Revli maupun Dian, keduanya sepakat bahwa ini konsekuensi dari keberadaan mereka di tengah perkembangan era digital.

Sejak mereka lahir, internet sudah jadi sesuatu yang umum. Berbeda dengan Gen Milenial (Gen Y) yang mengalami transisi sebelum internet masuk dan setelah internet masuk, juga Gen X yang belum tersentuh internet.

Revli berkata kemudahan memperoleh informasi, bahkan paparan informasi tanpa diminta membuat Gen Z mengetahui beberapa hal yang sebenarnya belum waktunya untuk tahu.

"Kayak di umur kami yang di belasan tahun, remaja, informasi banyak masuk kayak dream wedding, tips pernikahan udah dapet dari remaja," katanya.

Ilustrasi Jaringan InternetIlustrasi. Gen Z lahir di tengah dunia digital yang begitu maju. Informasi mudah didapat, bahkan kadang tak perlu dicari sebab ada di mana-mana. (Shutterstock)

Selain itu, kata dia, paparan informasi begitu beragam dan menyajikan sesuatu hanya di permukaan. Hal ini membuat Gen Z, termasuk dirinya, bingung sebab tahu banyak hal tetapi tidak benar-benar menguasai atau mendalami satu bidang.

Sementara itu, Dian melihat paparan informasi di era digital secara garis besar membawa dua dampak buatnya. Di satu sisi, dirinya terpacu untuk maju, kemudian di sisi lain, ada perasaan minder.

Media sosial memungkinkan dirinya melihat kehidupan orang lain dengan segala aktivitas dan pencapaian mereka. Kadang, lanjut dia, hal itu membuatnya melihat ke diri sendiri kenapa tidak bisa melakukan atau mencapai hal serupa.

Menurut Dian, Gen Z yang cepat dewasa kadang tak hanya soal faktor perkembangan dunia digital, tapi juga keadaan. Dia bercerita, sang ayah pensiun ketika dirinya kuliah, sehingga belum sampai lulus, ia sudah memikirkan untuk segera mendapatkan pekerjaan sebab ada keluarga yang harus ditanggung.

"Untung ada rezekinya, dapat kerjaan tapi beda dengan bidang kuliah. Saya kuliah perpajakan, kerja jadi marketing. Saya coba tekuni bidang baru itu dan akhirnya bisa ada capaian di tahun kedua," katanya.

Setelah empat tahun di dunia marketing, dia memutuskan untuk kembali ke bidang keuangan termasuk perpajakan. Meski harus belajar lagi, ia bertekad untuk bisa. Pun Dian harus menghadapi stigma bahwa Gen Z tidak konsisten dan tidak betah di satu pekerjaan.

"Di pekerjaan sekarang baru tiga bulan. Mungkin banyak yang mengira bahwa saya tidak akan betah. Padahal pengalaman sebelumnya saya empat tahun dan saya konsisten," imbuhnya.

"Saya ingin ubah stigma itu. Saya bisa menekuni, ada daya juang dan melakukan yang terbaik."

(els/els)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Korea International