Apa Bahaya Scan Iris Mata Usai World App Viral di Media Sosial?

5 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Kemunculan World App yang bertujuan membangun sistem identitas global berbasis data biometrik melalui pemindaian iris mata memicu kontroversi. Lantas, apakah pemindaian iris mata yang dilakukan World App berbahaya?

Beberapa hari terakhir, aplikasi World App viral di media sosial dan menjadi perbincangan warganet karena disebut memberi Rp800 ribu bagi orang yang mau data retinanya direkam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

World, yang dikelola oleh Tools for Humanity (TFH), adalah sebuah organisasi yang berperan dalam mengembangkan dan menerapkan teknologi untuk mendukung identitas digital. TFH merupakan perusahaan teknologi asal Amerika Serikat yang didirikan oleh Sam Altman, yang juga dikenal sebagai CEO OpenAI serta pencetus ChatGPT, dan Alex Blania.

Salah satu teknologi yang mereka gunakan adalah Orb, sistem enkripsi dan strategi keamanan data.

Orb dipersenjatai dengan kamera dan sensor canggih yang tidak hanya memindai iris mata tetapi juga mengambil gambar beresolusi tinggi dari tubuh, wajah, dan mata, termasuk iris mata pengguna.

Selain itu, Orb juga dapat mendeteksi radar doppler tanpa kontak terhadap detak jantung, pernapasan, dan tanda-tanda vital lainnya.

Informasi biometrik tersebut digunakan untuk menghasilkan "IrisHash," sebuah kode yang disimpan secara lokal di dalam Orb. World mengklaim kode ini tidak pernah dibagikan, melainkan digunakan untuk memeriksa apakah IrisHash tersebut sudah ada dalam database mereka.

Untuk melakukan ini, perusahaan mengatakan, mereka menggunakan metode kriptografi baru yang melindungi privasi yang dikenal sebagai bukti tanpa pengetahuan. Jika algoritma menemukan kecocokan, ini menunjukkan bahwa seseorang telah mencoba mendaftar.

Lantas, apa bahayanya memberikan data biometrik, termasuk iris mata?

Platform manajemen transaksi digital, TrustCloud, mengatakan apa yang dilakukan World Coin dengan memberi imbalan kepada orang yang melakukan pemindaian iris mata menyimpan risiko besar, khususnya terkait masalah privasi, keamanan, dan penggunaan data biometrik.

Menurut TrustCloud, dalam laman resminya, idata biometrik, seperti pemindaian iris mata, dianggap sebagai informasi yang sangat sensitif. Tidak seperti data pribadi lainnya, seperti nama atau alamat, data biometrik bersifat unik dan tidak dapat diubah.

"Sekali disusupi, data ini bisa digunakan untuk menyamar sebagai seseorang, mengakses informasi rahasia, atau bahkan menyebabkan kerusakan fisik. Data ini juga bisa dijual ke perusahaan-perusahaan besar yang menggunakannya untuk iklan yang ditargetkan dan memengaruhi kebiasaan konsumen," demikian kata TrustCloud.

"Bisa dikatakan bahwa menyerahkan sidik jari atau pindaian iris mata kita sama saja dengan mengirimkan salinan dokumen identitas kita tanpa filter apa pun," lanjutnya.

Pencurian identitas

Menurut TrustCloud sata biometrik bersifat unik dan tidak dapat diubah, sehingga menjadi target ideal bagi penjahat siber. Jika data ini jatuh ke tangan yang salah, data ini dapat digunakan untuk menyamar sebagai seseorang dan melakukan berbagai kejahatan, berikut di antaranya:

- Pencurian identitas keuangan. Dengan data ini, penjahat dapat mengakses rekening bank, kartu kredit, atau bahkan mengajukan pinjaman atas nama korban.

- Penipuan pemilu. Data biometrik berpotensi digunakan untuk memberikan suara secara ilegal dalam pemilu atau terlibat dalam kegiatan lain yang membutuhkan verifikasi identitas.

- Kejahatan fisik. Pencurian data biometrik wajah juga akan membuka jalan bagi kejahatan fisik, karena dapat memfasilitasi akses ke area terlarang atau bahkan membantu penjahat menyamar sebagai korban untuk melakukan tindakan kriminal.

Dugaan eksploitasi data

Pada 2022, sebuah investigasi dari MIT Technology Review menuding bahwa operasi Worldcoin masih jauh dari tujuan mulianya dan mengumpulkan data biometrik sensitif dari banyak kelompok rentan dengan imbalan uang tunai.

Sejumlah desa di Jawa Barat disebut sebagai sasaran pengumpulan data tersebut. Pengumpulan data bahkan bekerja sama dengan sejumlah aparatur desa.

Tools for Humanity baru resmi menyatakan kehadiran mereka dan merilis produknya di Indonesia pada Februari 2025 lalu.

Artinya, platform ini sudah beroperasi beberapa tahun sebelum secara resmi melakukan ekspansi ke Tanah Air.

World disebut melakukan pendekatan yang berbeda di berbagai negara untuk menggaet pendaftar. Sebagai contoh, mereka memberikan giveaway Airpods untuk orang-orang di Sudan yang ingin memindai retina mereka.

Satu hal yang memiliki kesamaan adalah target pemasarannya, yakni kelompok rentan.

(dmi/dmi)

Read Entire Article
Korea International