Kupang, CNN Indonesia --
Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kupang mengungkapkan sederet alasan menuntut Eks Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja 20 tahun penjara dalam kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak perempuan.
Menurut JPU, Arwin Adinata tidak ada hal yang bisa meringankan hukuman bagi Fajar. Ia menegaskan Fajar tidak merasa bersalah sehingga tidak memiliki rasa penyesalan atas perbuatannya.
"Perbuatannya terdakwa menimbulkan rasa trauma mendalam bagi anak korban khususnya anak korban IBS (6)," jelas Arwin usai sidang di PN Kupang, Senin (22/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu jelas Arwin perbuatan terdakwa telah viral di media sosial dan menjadi pemberitaan media nasional dan meresahkan masyarakat khususnya orangtua.
Selain itu, terdakwa juga dituntut akibat telah merusak citra kepolisian di tingkat nasional dan internasional. Sebagai aparat penegak hukum, Fajar sudah membuat tindakan tercela yang beritanya tersebar hingga ke luar negeri.
"Dia memberi contoh dan perilaku yang buruk dan merusak masa depan anak bangsa, dan mencoreng citra Polri dan merusak citra bangsa di internasional," kata Arwin.
Dia mengungkapkan dalam dakwaan, jaksa penuntut umum menjerat Fajar dengan pasal berlapis. Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, Pasal 6 dan Pasal 15 Undang-Undang tentang Kekerasan Seksual, dan Pasal 27 serta Pasal 45 Undang-Undang tentang Informasi Transaksi Elektronik.
Selain hukuman 20 tahun, JPU juga menjatuhkan denda sebesar lima miliar rupiah dan diwajibkan membayar restitusi sebesar Rp359.162.000.
Sidang dipimpin oleh ketua majelis hakim A. A. GD. Agung Parnata dengan dua hakim anggota yakni Putu Dima Indra dan Sisera Semida Naomi Nenohayfeto.
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, sidang Fajar berlangsung tertutup. Eks Kapolres Ngada, AKBP. Fajar terlibat dalam kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak yakni IBS (6), WAF (13) dan MAN (16).
Fajar juga diduga terlibat kasus dugaan penyalahgunaan narkoba karena dari hasil tes urine di Divisi Propam Mabes Polri dinyatakan positif. AKBP. Fajar lalu ditangkap tim gabungan Propam Mabes Polri dan dan Polda NTT pada 20 Februari 2025 lalu.
Kasus kekerasan seksual tersebut diungkap pertama kali oleh Polisi Federal Australia (AFP) setelah video kekerasan seksual yang dilakukan AKBP. Fajar terhadap anak berusia 6 tahun beredar di situs porno asing darkweb.
AFP kemudian melaporkan temuan tersebut ke Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri dan diteruskan ke Polda NTT.
Dari hasil penyelidikan Ditreskrimum Polda NTT juga terungkap kekerasan seksual yang dilakukan AKBP. Fajar terhadap anak berusia 6 tahun terjadi pada 11 Juni 2024 lalu di Hotel Kristal Kupang.
Dan untuk kasus kekerasan seksual terhadap anak lainnya dilakukan dalam kurun waktu tujuh bulan yakni dari Juni 2024 hingga Januari 2025 di dua Hotel di Kota Kupang.
Anak berusia 6 tahun itu dibawa oleh perempuan berinisial SHDR alias Stefani alias Fani atau F berusia 20 tahun. F juga menjadi korban kekerasan seksual dari AKBP. Fajar sekaligus menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
Perempuan F membawa anak berusia 6 tahun atas permintaan AKBP. Fajar. Anak tersebut lalu mendapat kekerasan seksual. Saat melakukan pencabulan, AKBP. Fajar juga merekam video menggunakan ponselnya dan video tersebut diunggah ke situs porno asing.
Dari jasa membawa anak berusia 6 tahun ke AKBP. Fajar, perempuan F mendapat imbalan sebesar Rp3 juta dari AKBP. Fajar. F pun ditetapkan sebagai tersangka bersama AKBP. Fajar.
Dalam putusan etik oleh Komisi Kode Etik Polri, perwira menengah polri itu dipecat dari dinas kepolisian atau divonis Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH). Atas putusan pemecatan tersebut, AKBP. Fajar kemudian mengajukan banding namun bandingnya ditolak.
(ely/dal)