Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf mengatakan penyaluran bantuan sosial (bansos) dan subsidi diperkirakan banyak tidak tepat sasaran. Padahal, pemerintah menyiapkan anggaran Rp504,7 triliun untuk bansos dan subsidi tahun ini.
Ia mencontohkan bansos Program Keluarga Harapan (PKH) dan sembako diperkirakan tidak tepat sasaran sebanyak 45 persen dari anggaran 2025 sebesar Rp78 triliun.
"Ini yang menarik, ditengarai untuk PKH dan sembako misalnya 45 persen mistargeted atau salah sasaran. Jadi bansos dan subsidi sosial kita itu ditengarai tidak tepat sasaran," kata pria yang akrab disapa Gus Ipul itu dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Selasa (15/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam paparan Gus Ipul, sebanyak 43,2 persen dari Rp13,4 triliun penyaluran bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) juga diperkirakan tidak tepat sasaran.
Lalu untuk subsidi gas LPG 3 kg yang tidak tepat sasaran diperkirakan tembus 60,6 persen dari Rp87,6 triliun, subsidi BBM tidak tepat sasaran 82 persen dari Rp26,7 triliun, subsidi listrik tidak tepat sasaran 58,6 persen dari Rp90,2 triliun, serta bansos dan subsidi lainnya tidak tepat sasaran Rp207,8 triliun.
Potensi anggaran yang bisa disimpan jika subsidi dan bansos tepat sasaran diprediksi mencapai Rp101 triliun sampai Rp127 triliun.
Karena itu, sambungnya, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) pada Februari 2025 lalu.
"Ini adalah sejarah baru buat Indonesia di mana kita diwajibkan, baik itu kementerian, lembaga, pemerintah daerah, menjadikan DTSEN menjadi satu-satunya sumber untuk melaksanakan program-program pembangunan," katanya.
"Jadi sekarang program pemerintah harus berdasarkan DTSEN," sambungnya.
Kendati demikian, pria yang akrab disapa Gus Ipul itu mengatakan ada konsekuensi yang ditimbulkan peralihan data ke DTSEN yakni data menjadi dinamis.
Dalam DTSEN, ada pemeringkatan desil 1 sampai 10 yang mengklasifikasikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Sebelumnya dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kemensos tidak ada pemeringkatan desil. Pemeringkatan ini bisa berubah karena pembaharuan data per tiga bulan.
"Pemeringkatan berubah dalam kurun waktu tiga bulan sekali akibat pemutakhiran data. Dengan adanya pemutakhiran, ada inclusion error, mereka yang seharusnya tidak menerima bansos tetapi menerima," katanya.
"Ada juga exclusion error, mereka yang seharusnya menerima bansos namun tidak menerima. Ini konsekuensi dari pemeringkatan," ujarnya.
Ia mengatakan DTSEN sangat dinamis karena perubahan kondisi masyarakat setiap harinya. Karena itu, pemerintah katanya akan menyalurkan bansos berdasarkan data yang dimutakhirkan tiga bulan sekali.
(fby/pta)