Trump Siap Berlakukan Tarif Baru dalam Dua Pekan ke Depan

4 hours ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan dirinya dapat memberlakukan kembali tarif impor timbal balik alias resiprokal terhadap sejumlah negara dalam dua hingga tiga minggu ke depan.

Langkah ini berpotensi memicu kembali perang dagang global yang selama ini telah menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya resesi di AS maupun secara global.

"Pada akhirnya, saya pikir kita akan mendapatkan kesepakatan yang bagus. Tapi jika kita tidak mencapai kesepakatan dengan suatu perusahaan atau negara, kita akan menetapkan tarifnya," kata Trump dalam sebuah acara di Kantor Oval AS, Rabu (23/4), melansir CNN Business.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya kira dalam dua atau tiga minggu ke depan kita akan menetapkan angkanya," imbuhnya.

Pada 9 April lalu, Trump sempat menunda kebijakan tarif resiprokal besar-besaran yang dirancang pemerintahannya. Penundaan selama 90 hari ini dimaksudkan untuk memberi waktu kepada negara-negara mitra dagang agar bisa bernegosiasi dengan pemerintah AS.

Sejauh ini, sekitar 90 hingga 100 negara telah menyatakan minat untuk bernegosiasi, menciptakan tantangan besar bagi para perunding dagang AS yang kini berpacu dengan waktu.

Jika kesepakatan tidak tercapai, tarif baru bisa diberlakukan hingga 50 persen terhadap negara-negara tersebut, kecuali China, yang tarifnya sebelumnya telah ditetapkan oleh pemerintahan Trump sebesar 145 persen.

Namun hingga kini belum jelas apakah tarif baru yang akan diterapkan nantinya menggantikan secara permanen tarif resiprokal yang ditunda, atau hanya berlaku sementara sembari proses negosiasi berlangsung.

Saat ini, AS masih memberlakukan tarif universal sebesar 10 persen atas hampir semua barang impor, ditambah tarif lebih tinggi untuk sejumlah komoditas tertentu.

Sikap Trump yang kerap berubah-ubah terkait tarif telah menimbulkan ketidakpastian besar bagi dunia usaha dan konsumen. Kondisi ini turut mengguncang pasar keuangan, menyebabkan penurunan tajam pada harga saham dan aset-aset AS.

Meskipun sempat terjadi pemulihan selama dua hari, indeks S&P 500 masih kehilangan nilai pasar sebesar US$7 triliun atau setara Rp118.193,53 triliun (asumsi kurs Rp16.885 per dolar AS) sejak mencapai titik tertingginya pada pertengahan Februari lalu.

Sejumlah lembaga internasional juga telah mengeluarkan peringatan mengenai perlambatan ekonomi global akibat kebijakan tarif impor Trump, yang berpotensi mengubah arus perdagangan dunia secara drastis.

Ketegangan dengan China

Meski tarif resiprokal terhadap puluhan negara telah ditangguhkan, tensi perang dagang antara AS dan China justru meningkat dalam beberapa bulan terakhir, memicu kekhawatiran di kalangan pelaku pasar dan ekonom.

Sejumlah bank besar memprediksi bahwa tarif tinggi dari kedua negara bisa menyeret perekonomian global dan AS ke jurang resesi.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam sebuah konferensi investasi tertutup yang diselenggarakan JP Morgan Chase pada Selasa (22/4) menyebut perang dagang dengan China tidak berkelanjutan.

Ia memperkirakan konflik dagang itu akan mereda dalam waktu dekat. Pernyataan ini dikonfirmasi oleh seorang sumber yang mengetahui pertemuan tersebut kepada CNN.

Bessent menggambarkan tarif yang diberlakukan kedua negara sebagai semacam embargo yang menghambat aktivitas bisnis. Trump juga menegaskan bahwa tarif 145 persen terhadap China sangat tinggi dan pada dasarnya membuat hubungan dagang antara kedua negara hampir berhenti sepenuhnya.

Kendati Trump dan Bessent mengindikasikan kemungkinan penurunan tarif terhadap China, keduanya tidak berharap tarif tersebut dihapuskan sepenuhnya.

Menurut Bessent, tujuannya bukanlah pemutusan hubungan dagang secara total, melainkan penyeimbangan kembali perdagangan antara kedua negara. Namun ia juga memperingatkan proses normalisasi perdagangan dengan China bisa memakan waktu dua hingga tiga tahun.

Pernyataan Bessent disambut positif oleh pasar, yang langsung merespons dengan kenaikan harga saham. Indeks saham AS terus menguat per Rabu (23/4), meskipun perdagangan setelah jam bursa tercatat relatif datar.

Respons Keras China

Pemerintah China merespons sinyal keterbukaan AS untuk bernegosiasi dengan pernyataan tegas, mendesak Washington untuk mengubah pendekatannya terhadap perdagangan.

"Pintu kami terbuka jika AS ingin berbicara. Jika solusi yang dinegosiasikan benar-benar menjadi tujuan AS, maka mereka seharusnya berhenti mengancam dan memeras China, dan mulai berdialog berdasarkan prinsip kesetaraan, saling menghormati, dan saling menguntungkan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun, Rabu (24/4), dalam transkrip yang dipublikasikan pemerintah China.

"Terus meminta kesepakatan sambil memberi tekanan ekstrem bukanlah cara yang tepat untuk berurusan dengan China dan tidak akan berhasil," tambahnya.

Meski Trump sempat menyatakan harapannya bahwa tarif terhadap China dapat "turun secara substansial," ia menegaskan dirinya tak akan menunggu terlalu lama untuk kesepakatan, baik dengan China maupun negara lain.

Ia menegaskan tarif dapat diberlakukan kembali dalam hitungan minggu jika diperlukan.

Trump juga menyebut perdagangan dengan China selama ini "sangat sepihak", tetapi tetap menekankan hubungan baiknya dengan Presiden China Xi Jinping.

"Saya akur sekali dengan Presiden Xi," kata Trump. "Saya harus berharap kita bisa mencapai kesepakatan, kalau tidak, kita akan tetapkan harganya."

[Gambas:Video CNN]

(del/sfr)

Read Entire Article
Korea International