Respons Prabowo, Koalisi Sipil Dorong Pahami Masalah dengan Benar

1 hour ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Koalisi masyarakat sipil hingga Aliansi Akademisi Peduli Indonesia merespons pidato Presiden RI Prabowo Subianto terkait situasi yang memicu demo besar di sejumlah daerah sejak pekan lalu.

Dalam siaran pers, Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia menilai pernyataan-pernyataan Prabowo--terutama yang didampingi pimpinan parpol parlemen akhir pekan lalu-- masih belum menyentuh persoalan yang memicu kemarahan publik sehingga terjadi demonstrasi di mana-mana.

Oleh karena itu, koalisi mendesak pemerintah dan DPR memahami permasalahan yang memicu demonstrasi-demonstrasi tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masyarakat sipil mendesak pemerintah dan DPR memahami permasalahan struktural ini secara benar dan tepat, jangan menutup dan mengalihkan, serta memberikan solusi palsu atau sesat," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur mewakili koalisi dalam siaran pers itu, Senin (1/9).

Koalisi yang selama ini mendampingi masyarakat secara langsung, melakukan riset, pendidikan publik dan mengkritisi jalannya pemerintahan dan negara melihat kemarahan publik sebagai akumulasi dari berbagai persoalan yang bermuara pada pemborosan uang rakyat dan tindakan-tindakan korup untuk kepentingan pejabat di tengah kesulitan rakyat.

Permasalahan yang terjadi di antaranya pengaturan gaji dan tunjangan pejabat negara, anggota DPR, direksi dan komisaris-komisaris BUMN yang sangat tinggi dan sangat jauh dari rata-rata pendapatan rakyat.

Kemudian efisiensi anggaran hingga pajak yang ugal-ugalan membuat sulit rakyat, lalu perampasan dan perusakan ruang hidup rakyat yang terjadi secara sistematis melalui proyek-proyek pemerintah atau investasi.

Selanjutnya, koalisi memandang Presiden dan pimpinan partai politik juga gagal paham dalam melihat dan mengungkap tindakan represi serta brutalitas aparat dalam menangani demonstrasi. Presiden dinilai bahkan tidak menyampaikan koreksi dan perintah untuk menjamin kebebasan berekspresi sesuai standar HAM yang disebutkan yakni Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

"Ini bukan hanya soal pernyataan para anggota DPR yang tidak menunjukkan empati terhadap penderitaan rakyat akibat kebijakan yang tidak pro rakyat, sehingga solusinya adalah dengan hanya menonaktifkan anggota DPR dari berbagai partai tersebut," kata Isnur.

Lebih lanjut, koalisi menilai Presiden juga tidak mengetengahkan tuntutan keadilan dari rakyat untuk reformasi Polri sebagai syarat maju dan berubahnya penghormatan dan perlindungan masyarakat.

"Prabowo malah menggiring arah represi baru dengan menyebut bahwa demonstran adalah pelaku makar dan terorisme, jelas ini membahayakan segenap bangsa dan nyawa rakyat Indonesia," ungkap Isnur.

"Seharusnya Presiden membentuk Tim Independen yang dipimpin oleh Komnas HAM dan melibatkan lembaga-lembaga independen serta ahli dan perwakilan kelompok masyarakat sipil untuk mengungkapkan dugaan-dugaan kekerasan dan kerusuhan yang terjadi," lanjut dia.

Seruan aliansi akademisi

Terpisah, dalam konferensi pers secara daring, Aliansi Akademisi Peduli Indonesia menyampaikan seruan keras kepada pemerintah untuk merombak seluruh kebijakan dan menghentikan represi di tengah gelombang demonstrasi yang merebak di berbagai daerah beberapa hari terakhir.

Aliansi tersebut menilai demonstrasi yang terjadi adalah akumulasi kekecewaan publik terhadap kebijakan pemerintah hingga kegiatan DPR yang tidak berpihak pada rakyat.

Koordinator Aliansi. Prof Sulis Sulistyowati Irianto dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), menyebut situasi krisis multidimensi saat ini makin mengkhawatirkan.

"Terlihat jurang yang lebar antara para elite penyelenggara negara dan rakyatnya. Dalam negara hukum, penyelenggara negara harus tunduk pada hukum. Namun yang terjadi adalah para elite justru semakin memperkuat kekuasaan dengan mengubah hukum, merumuskan berbagai kebijakan dan alokasi anggaran serta realokasi anggaran negara untuk kepentingan kekuasaan," ujarnya dalam konferensi pers daring, Senin siang.

Pihaknya menilai kenaikan tunjangan DPR yang memicu gelombang protes hanyalah satu contoh nyata kebijakan elitis yang jauh dari keadilan sosial. Menurutnya, rakyat sudah lama dibebani kebijakan yang tidak berdasarkan data ilmiah dan kebutuhan masyarakat.

"Kondisi seperti ini membuat rakyat mulai kehilangan trust, kehilangan harapan dan marah. Tidak terelakkan jika keadaan seperti ini melahirkan protes dan amuk. Bukan mustahil akan terjadi chaos," tegasnya.

Aliansi itu terdiri dari akademisi berbagai perguruan tinggi di Indonesia seperti di antaranya dari UI, UGM, Unpad, IPB, UKI, Unsrat, Unsri, hingga Unhas.

Tujuh poin pemulihan situasi dari akademisi

Dalam pernyataannya, Aliansi Akademisi Peduli Indonesia mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah pemulihan melalui tujuh poin utama:

Restrukturisasi kabinet dan pejabat negara agar ramping, efisien, berbasis kompetensi, dan bukan kepentingan politik.

Meninjau kebijakan anggaran yang salah sasaran, termasuk menolak pembebanan pajak berlebihan kepada rakyat dan meninjau fasilitas berlebih bagi pejabat negara.

Mengoreksi instrumen hukum dan kebijakan instan yang sarat kepentingan, serta memprioritaskan pengesahan RUU Perampasan Aset.

Memberantas korupsi dan gratifikasi sebagai kejahatan luar biasa yang merampas hak rakyat.

Menghentikan tindakan represif terhadap gerakan masyarakat sipil, serta memastikan aparat hanya menindak penyusup yang memicu anarki.

Menghentikan praktik pemberian penghargaan politik kepada lingkar kekuasaan yang mereduksi simbol kehormatan negara.

Mencegah diskriminasi rasial dan kekerasan berbasis gender.

Baca halaman selanjutnya...


Read Entire Article
Korea International