Pria Ini Rela Digigit Ular Hingga 200 Kali, Biar Apa?

1 day ago 7

Jakarta, CNN Indonesia --

Seorang pria asal Amerika Serikat, Tim Friede, rela digigit ular hingga 200 kali selama 18 tahun. Apa tujuannya?

Dari tahun 2000 hingga 2018, ia membiarkan dirinya digigit ular lebih dari 200 kali. Ia juga menyuntikkan racun ular ke tubuhnya lebih dari 650 kali.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya tahu bagaimana rasanya sekarat karena gigitan ular," kata Friede kepada AFP, melansir Phys, Selasa (10/6)

Pengalaman mendekati maut itu justru mendorong Friede untuk mencapai kekebalan total terhadap racun ular. Apa yang dilakukan Friede disebut mithridatisme.

Mithridatisme adalah praktik membangun kekebalan terhadap racun dengan cara mengonsumsi dosis kecil yang tidak mematikan secara bertahap dan berkala. Kekebalan ini diperoleh melalui paparan berulang terhadap racun, yang menyebabkan tubuh beradaptasi dan menjadi lebih tahan.

Setelah beberapa tahun, Friede mulai percaya tubuhnya dapat menjadi dasar untuk jenis antivenom yang lebih baik.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Cell menunjukkan bahwa antibodi dari darahnya melindungi terhadap berbagai jenis racun ular. Para peneliti kini berharap hiperimunitas Friede bahkan dapat mengarah pada pengembangan antivenom universal.

Hal ini akan memenuhi kebutuhan yang sangat penting, karena saat ini sebagian besar antivenom hanya mencakup satu atau beberapa dari 600 spesies ular berbisa di dunia.

Cara pembuatan antivenom hampir tidak berubah selama 125 tahun terakhir. Dosis kecil racun ular disuntikkan ke hewan seperti kuda, yang menghasilkan antibodi yang dapat diekstraksi dan digunakan sebagai antivenom.

Namun, antivenom ini biasanya hanya efektif untuk gigitan dari spesies ular tertentu-dan mengandung antibodi lain dari kuda yang dapat menyebabkan efek samping serius, termasuk syok anafilaksis.

"Saya berpikir, kalau mereka bisa membuat antivenom dari kuda, kenapa saya tidak bisa menggunakan diri saya sendiri sebagai primata?" kata Friede.

Dia mulai menguji racun dari semua spesies mematikan yang bisa dia dapatkan, seperti kobra, taipan, black mamba, dan ular derik.

"Ada rasa sakit setiap kali," katanya.

Kolaborasi dengan ilmuwan

Selama bertahun-tahun, para ilmuwan yang dia hubungi untuk memanfaatkan kekebalannya menolak untuk bekerja sama.

Namun, pada tahun 2017, keinginan Friede untuk berkolaborasi dengan ilmuwan terwujud lewat sosok Jacob Glanville, ahli imunulog asal AS.

Glanville sebelumnya mengembangkan vaksin universal, namun mengalihkan perhatiannya ke antivenom. Glanville bercerita kolaborasi itu bermula ketika dia sedang mencari seorang peneliti ular amatir yang secara tidak sengaja digigit ular beberapa kali.

Ia lalu menemukan video Friede digigit ular berturut-turut secara brutal. Saat keduanya akhirnya berkomunikasi, Glanville mengatakan bahwa dia mengiginkan sampel darah Friede.

"Saya sudah menunggu panggilan ini sejak lama," jawab Friede.

Antivenom yang dijelaskan dalam jurnal Cell mencakup dua antibodi dari darah Friede, serta obat bernama varespladib.

Penelitian ini memberikan perlindungan penuh terhadap 13 dari 19 spesies ular yang diuji, dan perlindungan sebagian untuk enam spesies sisanya.

Glanville mengatakan tujuan akhir penelitian ini adalah mengembangkan antivenom universal yang dapat diberikan melalui alat seperti EpiPen, yang berpotensi diproduksi di India untuk menekan biaya.

Friede mengatakan dia merasa bangga telah membuat perbedaan kecil dalam sejarah kedokteran.

(lom/dmi)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Korea International