Pakar BRIN Bongkar Kaitan Krisis Iklim dan Penyebaran TBC Hingga DBD

3 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Peneliti Pusat Riset Sains Data dan Informasi (PRSDI) BRIN Dianadewi Riswantini menyebut krisis iklim berkontribusi terhadap penyebaran sejumlah penyakit, termasuk Tuberkulosis (TBC) hingga demam berdarah.

Ia menyebut perubahan iklim tak hanya berdampak pada lingkungan fisik, tetapi juga kesehatan manusia. Kenaikan suhu udara, peningkatan intensitas cuaca ekstrem, hingga penurunan kualitas air menjadi dalang di balik peningkatan penyakit menular tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu penyakit yang terdampak adalah adalah TBC, penyakit yang hingga kini masih menjadi perhatian nasional dan global.

"Studi Climate Epidemiology yang kami lakukan bertujuan untuk memahami, merencanakan, dan mencegah berbagai dampak perubahan iklim. Selain itu, hasilnya diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengantisipasi risiko kesehatan dan menyusun strategi adaptasi untuk melindungi kesejahteraan masyarakat," ujar Dianadewi dalam sebuah keterangan, Senin (19/5).

Diana mengatakan perubahan ekologi vektor akibat perubahan iklim juga dapat memicu peningkatan penyakit yang ditularkan melalui hewan perantara seperti nyamuk, termasuk malaria, demam berdarah (dengue), dan chikungunya.

Selain itu, perubahan cuaca ekstrem juga berpotensi menimbulkan gangguan pernapasan, seperti asma dan alergi. Dampak lain dari perubahan iklim juga menyebabkan penyakit, seperti tifus, kolera, diare, serta gangguan gizi (malanutrisi).

Tak hanya itu, kata Diana, kondisi lingkungan yang semakin tidak stabil turut mempengaruhi kesehatan mental masyarakat.

Paparan panas ekstrem juga disebut meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan stroke, yang dalam kasus tertentu dapat berujung pada kematian.

Dalam riset bertajuk Potential Risk of New Tuberculosis Cases in West Java, tim peneliti BRIN melakukan analisis risiko spasial dan temporal terhadap sebaran kasus TB baru di wilayah Jawa Barat.

Penelitian ini memanfaatkan data dari 2019 hingga 2022 yang bersumber dari BPJS, BPS Jawa Barat, Open Data, serta data iklim dari Copernicus Climate.

Hasilnya menunjukkan Kabupaten Karawang, Majalengka, dan Kuningan memiliki interaksi spasio-temporal yang kuat terhadap penyebaran TB.

Artinya, kasus baru meningkat secara signifikan dalam dimensi ruang dan waktu. Sementara itu, wilayah Kabupaten Bogor, Sukabumi, Karawang, dan Bandung secara konsisten menunjukkan tingkat risiko relatif tinggi, dengan nilai risiko berkisar antara 1 hingga 15.

Maka dari itu, kebijakan dan strategi pengendalian penyakit TBC perlu mendapatkan perhatian lebih untuk wilayah di atas, terutama Kabupaten Karawang.

Penelitian ini juga dilanjutkan dengan pemetaan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TBC.

Melalui metode analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis data spasial dengan mempertimbangkan efek waktu dalam bentuk persamaan regresi, tim peneliti mengidentifikasi sejumlah variabel signifikan, antara lain curah hujan harian, kelembaban udara, kepadatan penduduk, proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi layak, tingkat kemiskinan, serta partisipasi masyarakat dalam angkatan kerja.

"Dengan pendekatan ini, kami berharap dapat memberikan masukan berbasis data kepada pemerintah daerah, khususnya dalam menetapkan prioritas wilayah intervensi kesehatan dan strategi adaptasi terhadap dampak perubahan iklim," jelas Diana.

 Mengenal Vaksin TBC M72 dari Bill GatesMengenal Vaksin TBC M72 dari Bill Gates (Foto: CNN Indonesia/Agder Maulana)

(lom/dmi)

Read Entire Article
Korea International