KPK Ungkap Duit Rp1,6 Miliar di OTT Gubernur Riau Bukan Suap Pertama

3 hours ago 1

CNN Indonesia

Rabu, 05 Nov 2025 02:57 WIB

KPK menyebut uang Rp1,6 miliar yang disita dari OTT Gubernur Riau Abdul Wahid bukan penyerahan pertama dalam kasus dugaan pemerasan. Ilustrasi. Gubernur Riau Abdul Wahid diciduk KPK. (Dok Diskominfotik via Detikcom)

Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa uang sebesar Rp1,6 miliar yang ditemukan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid dan sejumlah pihak bukanlah penyerahan pertama.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan Abdul Wahid diduga telah menerima sejumlah uang sebelum penangkapan dilakukan.

"Uang (Rp1,6 miliar) itu diduga bagian dari sebagian penyerahan kepada kepala daerah. Artinya, kegiatan tangkap tangan ini adalah bagian dari beberapa atau dari sekian penyerahan sebelumnya," ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (4/11) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi, sebelum kegiatan tangkap tangan ini, sudah ada penyerahan-penyerahan lainnya," sambungnya.

Menurut Budi, uang Rp1,6 miliar tersebut terdiri dari pecahan mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dan poundsterling. Uang itu diduga berkaitan dengan kasus dugaan pemerasan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Riau.

Dalam operasi tersebut, KPK menangkap total 10 orang. Mereka antara lain Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan, Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Ferry Yunanda, serta Tata Maulana yang merupakan orang kepercayaan Abdul Wahid.

Selain itu, seorang Tenaga Ahli Gubernur bernama Dani M. Nursalam menyerahkan diri ke KPK pada Selasa (4/11) malam.

KPK telah melakukan gelar perkara untuk menentukan pihak-pihak yang harus bertanggung jawab secara hukum. Namun, Budi belum dapat menyampaikan identitas para tersangka.

"Berapa yang ditetapkan sebagai tersangka dan siapa saja, besok kami akan sampaikan dalam konferensi pers," ucapnya.

(ryn/tis)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Korea International