Korupsi Proyek Pusat Data Nasional, Eks Dirjen Kominfo Jadi Tersangka

4 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat (Jakpus) menjerat lima tersangka termasuk mantan dirjen di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang telah berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) pada kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).

Kajari Jakarta Pusat Safrianto Zuriat Putra mengungkapkan kasus ini bermula ketika ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik, yang mengamanatkan dibentuknya sebuah PDN. Hal itu dilakukan agar pengelolaan data terintegrasi secara mandiri.

"Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomer 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik, yang mengamanatkan dibentuknya sebuah Pusat Data Nasional (PDN) sebagai pengelolaan data terintegrasi secara mandiri dan sebagai infrastruktur SPBE Nasional," ujar Safrianto dalam keterangan yang dikutip dari Detik, Kamis (22/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, pada 2019, Kominfo membentuk Pusat Data Nasional yang bersifat sementara, di mana hal itu bertentangan dengan perpres tersebut. Ternyata, pembentukan PDNS tersebut diduga hanya akal-akalan tersangka demi keuntungan masing-masing.

Kelima tersangka yang dimaksud, pertama, Semuel Abrizani Pangerapan (SAP), Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika periode 2016-2024.

Kedua, Bambang Dwi Anggono (BDA), selaku Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah Pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kemenkominfo periode 2019-2023.

Ketiga, Nova Zanda atau NZ, selaku penjabat membuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang atau jasa dan Pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 sampai dengan 2024,

Keempat, lfi Asman (AA) selaku Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintas Arta periode 2014-2023 Kelima, Pini Panggar Agusti (PPA) selaku Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).

Kerja sama pemenang kontrak PDNS melibatkan pejabat Kominfo dengan pihak swasta.

"Dalam pelaksanaannya perusahaan pelaksana justru mensubkon kan kepada perusahaan lain dan barang yang digunakan untuk layanan tersebut tidak memenuhi spesifikasi teknis," katanya.

Disebut Safrianto, para tersangka sengaja menggunakan barang yang tidak sesuai spesifikasi agar bisa mendapat keuntungan. Keuntungan tersebut digunakan untuk menyuap pejabat di Kominfo.

"Hal ini dilakukan agar para pihak mendapatkan keuntungan dan mendapatkan kickback melalui suap di antara pejabat Kominfo dengan pihak pelaksana kegiatan," terangnya.

Terkait kasus tersebut, Kejari Jakpus telah menggeledah beberapa lokasi. Pnggeledahan dilakukan di kantor Kementerian Komunikasi dan Digital, PT Pinang Alif Teknologi, dan apartemen di Jakarta Pusat. Jaksa juga menggeledah kantor PT. Docotel di Jakarta Selatan, sebuah rumah di Cilandak, perumahan di Tanah Sarea, Bogor, hingga rumah tinggal di Kota Tangerang Selatan, Banten.

"Penggeledahan juga dilakukan di BDx Data Center Kota Tangerarng Selatan, Kantor Pusat PT Aplikanusa Lintasarta di Menara Thamrin Jakpus, Gedung Lintasarta di Cilandak, Jakarta Selatan," kata Safrianto.

Dari penggeledahan itu, jaksa menyita uang tunai miliaran rupiah, mobil hingga emas.

"Jumlah Uang yang disita total sebesar Rp. 1.781.097.828, dari tersangka SAP, BDA, PPA. Tiga unit mobil, dari tersangka SAP, BDA, 176 gram logam mulia, dari tersangka SAP dan BDA, tujuh Sertifikat Hak Milik atas tanah, dari tersangka SAP, BDA, 55 barang bukti elektronik, dari tersangka SAP, BDA, NZ, PPA, AA dan saksi-saksi lainnya, 346 dokumen," jelas Safrianto.

Lebih lanjut, Safrianto mengatakan proyek PDNS ini menelan biaya Rp 959.485.181.470. Rinciannya yakni:

- Tahun 2020 Rp 60.378.450.000,

- Tahun 2021 Rp 102.671.346.360

- Tahun 2022 Rp 188.900.000.000

- Tahun 2023 Rp 350.959.942.158

- Tahun 2024 Rp 256.575.442.952

(sfr)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Korea International