Jamu Kuat Buat Purbaya Berantas Baju Bekas Impor Pembunuh Tekstil RI

6 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah kembali menegaskan komitmennya untuk menindak peredaran pakaian bekas impor yang membanjiri pasar dalam negeri. Berulang kali janji digaungkan, tetapi baju bekas impor masih mudah ditemui di berbagai pasar dan merugikan industri tekstil lokal.

Pemerintah kembali mengumumkan rencana penindakan. Kali ini giliran Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang bertekad untuk menertibkan perdagangan pakaian bekas impor atau thrifting ilegal. Kebijakan tersebut bertujuan melindungi industri tekstil dalam negeri yang selama ini tertekan oleh banjir produk impor murah.

"Banyak barang-barang yang ilegal, yang balpres itu semua. Kita akan tutup, supaya industri domestik dan tekstil domestik bisa hidup," kata Purbaya dalam Rapat Kerja dengan Komite IV DPD RI, Jakarta Pusat, Senin (3/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Purbaya menyebut pemerintah akan memperkuat aturan larangan impor pakaian bekas ilegal yang diatur dalam Permendag Nomor 40 Tahun 2022. Ia juga berencana menambah sanksi berupa denda terhadap importir yang terbukti melanggar agar negara tidak hanya menanggung biaya pemusnahan barang.

Selain itu, Purbaya meminta jajaran Bea Cukai memperketat pengawasan dan menindak tegas pelaku impor ilegal. Menurutnya, perlindungan terhadap industri lokal adalah langkah awal untuk memperkuat basis ekonomi nasional sebelum bersaing di pasar ekspor.

"Kalau tekstil kita mau hidup, kita harus buat domestic base yang kuat. Nanti kalau mereka makin kuat, daya saingnya makin bagus, baru kita serang ke luar negeri," ujarnya.

Pakaian bekas impor memang menjadi ancaman bagi industri domestik. Produksi industri garmen dalam negeri merosot imbas maraknya pakaian impor bekas ilegal. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan importasi pakaian bekas masuk dalam kategori ilegal.

Data International Trade Center (ITC) Trademap, sambungnya, menunjukkan ada sekitar US$2 miliar atau Rp33,3 triliun (kurs Rp16.686 per dolar AS) per tahun impor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang tidak tercatat dan dapat dikategorikan ilegal. Khusus untuk pakaian bekas diperkirakan nilainya sekitar US$300 juta atau Rp5 triliun per tahun.

"Jika dikonversi ke volume ada sekitar 900 juta piece per tahun," ujar Redma kepada CNNIndonesia.com, Senin (3/11).

Redma mengatakan 900 juta piece pakaian impor tersebut setara dengan 180 juta ton. Jika yang laku terjual hanya 10 persen saja, berarti setara 18 juta ton. Sedangkan kapasitas produksi garmen dalam negeri hanya 2,7 juta ton dengan produksi sekitar 2 juta ton.

Artinya ada penurunan (gap) sekitar 700 ribu ton yang tidak terpakai, karena pasar dalam negeri terserap oleh pakaian impor bekas.

"Maka industri kita produksinya turun 700 ribu ton karena terganggu dari penjualan pakaian bekas impor yang sebesar 18 juta ton," katanya.

Lantas, apa yang membuat pemerintah sulit memberantas pakaian impor bekas? Apa pula yang harus dilakukan Purbaya agar tidak gagal memberantas impor seperti sebelum-sebelumnya?

Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda mengatakan praktik impor pakaian bekas sudah dilarang dalam Permendag Nomor 40 Tahun 2022. Usai beleid itu disahkan, impor pakaian bekas langsung anjlok pada 2023.

Namun pada 2024, berdasarkan data yang dimiliki Nailul, impor pakaian bekas justru kembali meningkat hingga US$1,5 juta dan sudah lebih dari US$1,5 juta pada periode Januari - Agustus 2025.

"Artinya ketika dilarang, lantas masih tercatat, berarti ada pelanggaran yang terjadi di pelabuhan tempat serah terima barang. Pengaturan impor Bea Cukai masih memperbolehkan dan tercatat. Jadi ini sudah masuk dalam ranah kriminal karena melakukan pembiaran barang yang dilarang masuk," kata Nailul pada CNNIndonesia.com, Senin (3/11).

Nailul mengatakan maraknya pakaian bekas impor membuat industri lokal merana. Harga per satuan pakaian bekas impor dari Taiwan misalkan, hanya Rp1.700-2.000 per potong. Dengan memperhitungkan biaya lain-lain sebesar Rp2.000, maka harga pokok penjualan (HPP)-nya maksimal Rp4.000 per potong.

Jika dijual dengan harga Rp15 ribu saja, maka sudah untung besar. Sedangkan produksi baju di Indonesia sudah Rp90 ribu hingga Rp98 ribu per potong.

"Ya tidak bisa bersaing, industri kita semakin turun. Bagi saya, lebih baik menyelamatkan industri dalam negeri, dibandingkan pedagang pakaian bekas di Pasar Senen," katanya.


Read Entire Article
Korea International