Jakarta, CNN Indonesia --
Seorang anggota keluarga kerajaan Kuwait, Pangeran Sheikh Faisal Abdullah Al Jaber Al Sabah, dieksekusi dengan cara digantung akibat kasus pembunuhan berencana.
Eksekusi tersebut menjadi peristiwa langka, mengingat jarangnya seorang pangeran dari negara Arab dijatuhi hukuman mati, apalagi hingga benar-benar dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sheikh Faisal dihukum mati bersama enam terpidana lainnya di penjara pusat Kuwait.
Di antara mereka terdapat seorang wanita yang dihukum karena membakar tenda pernikahan suaminya, yang saat itu menikahi istri kedua, hingga menewaskan puluhan tamu undangan, termasuk perempuan dan anak-anak.
Mengutip kantor berita negara Kuwait (KUNA), Sheikh Faisal dinyatakan bersalah atas tuduhan pembunuhan berencana, serta kepemilikan senjata api dan amunisi tanpa izin.
Ia dijatuhi hukuman mati pada tahun 2010 setelah terbukti membunuh keponakannya sendiri, yang juga merupakan anggota keluarga kerajaan.
Nama Sheikh Faisal menjadi perhatian luas karena eksekusi terhadap anggota keluarga Al Sabah, dinasti penguasa Kuwait, sangat jarang terjadi.
Eksekusi ini diyakini jadi yang pertama terhadap seorang pangeran di negara kaya minyak tersebut.
Selain Sheikh Faisal, terpidana bernama Nusra al-Enezi, seorang perempuan warga Kuwait, juga dieksekusi.
Ia divonis mati setelah membakar tenda saat pesta pernikahan suaminya dengan istri kedua.
Aksi itu menewaskan lebih dari 40 wanita dan anak-anak, menjadi salah satu tragedi paling mengerikan dalam sejarah Kuwait modern.
Empat terpidana lainnya yang turut digantung berasal dari Bangladesh, Mesir, Ethiopia, dan Filipina.
Mereka dinyatakan bersalah atas berbagai kejahatan berat, mulai dari pembunuhan, percobaan pembunuhan, penculikan, hingga pemerkosaan.
Eksekusi ini menandai penggunaan kembali hukuman mati di Kuwait setelah jeda sejak tahun 2013.
Menurut kelompok HAM internasional Reprieve, tren hukuman mati di kawasan Teluk belakangan ini menunjukkan peningkatan.
Beberapa hari sebelum eksekusi ini, Bahrain dan kerajaan Teluk lainnya, juga melaksanakan eksekusi pertamanya sejak 2010.
Meskipun kasus ini terjadi beberapa waktu lalu, eksekusi terhadap seorang pangeran menjadi pengingat bahwa bahkan status bangsawan tidak selalu bisa menyelamatkan seseorang dari konsekuensi hukum di negara-negara dengan sistem hukum syariah yang ketat seperti Kuwait.
(zdm/bac)