Awal Mula Hasto Terjerat Kasus Masiku hingga Duduk di Kursi Pesakitan

1 day ago 6

Jakarta, CNN Indonesia --

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto dituntut tujuh tahun penjara dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Hasto sebagai tersangka pada akhir 2024.

KPK kemudian menahan Hasto pada 20 Februari 2025 setelah menjalani pemeriksaan. Penahanan tersebut dilakukan untuk kepentingan penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor: 152/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024, yang menyebutkan adanya dugaan perintangan penyidikan terkait kasus suap Harun Masiku.

Harun Masikumerupakan mantan calon anggota legislatif dari PDIP yang sudah buron selama lima tahun. Ia diduga menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar bisa menggantikan Nazarudin Kiemas yang terpilih sebagai anggota DPR namun meninggal dunia.

Harun diduga menyiapkan uang sekitar Rp850 juta sebagai pelicin untuk melenggang ke Senayan dalam periode 2019-2024. Dalam perkara ini, dua orang lain yang juga diproses hukum adalah orang kepercayaan Wahyu, yakni Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri.

Pada 2 Juli 2020, jaksa eksekutor KPK Rusdi Amin menjebloskan Saeful Bahri ke Lapas Kelas IA Sukamiskin, Bandung. Berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 18/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 28 Mei 2020, Saeful divonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan. Sementara Agustiani divonis 4 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan.

Peran Hasto dalam kasus ini terungkap dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (6/2). Dalam persidangan praperadilan di PN Jaksel, Biro Hukum KPK memaparkan bahwa Harun bukanlah kader asli PDIP karena baru bergabung pada 2018. Namun, ia disebut memiliki kedekatan dengan Ketua Mahkamah Agung periode 2012-2022, Hatta Ali.

"Bahwa Harun Masiku merupakan orang Toraja dan bukan kader asli PDI Perjuangan karena baru bergabung pada tahun 2018 dan memiliki kedekatan dengan Ketua Mahkamah Agung periode 2012-2022 Hatta Ali, dan diyakini Harun Masiku memiliki pengaruh di Mahkamah Agung," ujar Biro Hukum KPK di ruang sidang.

Pada Pemilu 2019, Hasto menempatkan Harun di Daerah Pemilihan (Dapil) I Sumatera Selatan dengan alasan wilayah tersebut merupakan basis pemilih PDIP. Namun, Harun gagal terpilih karena memperoleh suara yang sedikit. Meski begitu, Hasto bersama sejumlah pihak tetap berupaya menempatkan Harun di DPR, termasuk dengan menyuap Wahyu Setiawan.

KPK mengungkap bahwa Hasto menyiapkan uang sejumlah Rp400 juta untuk mengurus penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 atas nama Harun Masiku.

Selain itu, Hasto disebut menjanjikan jabatan Komisaris BUMN atau Komisioner Komnas HAM kepada caleg terpilih, Riezky Aprilia, agar bersedia menyerahkan kursinya kepada Harun.

"Saeful Bahri mengatakan jika diutus dan diperintah oleh pemohon (Hasto) dan meminta kepadanya untuk mengundurkan diri dari caleg terpilih, akan diberikan rekomendasi menjadi Komisioner Komnas HAM atau Komisaris BUMN," kata Biro Hukum KPK.

Namun, tawaran tersebut ditolak oleh Riezky yang tetap mempertahankan kursinya.

"Tujuan dari mundurnya Riezky Aprillia adalah untuk digantikan Harun Masiku sebagai caleg terpilih. Namun, Riezky Aprillia menolak tegas dan mengatakan akan melawan," lanjut Biro Hukum KPK.

Setelah upaya tersebut gagal, Hasto disebut menempuh jalur suap dengan mendekati Wahyu Setiawan. Sebagian dari dana Rp400 juta disebut disiapkan untuk Wahyu. Namun, upaya ini gagal karena KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 8 Januari 2020 di Kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan.

Biro Hukum KPK menyebutkan bahwa OTT tersebut digagalkan oleh sekelompok polisi yang dipimpin AKBP Hendy Kurniawan.

"Sekira pukul 20.00 WIB, tim termohon [KPK] yang terdiri atas lima orang ditangkap oleh segerombolan orang di bawah pimpinan AKBP Hendy Kurniawan, sehingga upaya tangkap tangan Harun Masiku dan pemohon tidak bisa dilakukan," ucap Biro Hukum KPK.

Bahkan, tim KPK disebut mengalami intimidasi, penggeledahan tanpa prosedur, kekerasan verbal dan fisik, hingga tes urine narkoba yang hasilnya negatif. Mereka baru dilepas setelah dijemput Direktur Penyidikan KPK keesokan paginya pukul 04.55 WIB.

Kegagalan OTT tersebut turut disorot karena dinilai terkait pimpinan KPK kala itu, termasuk Firli Bahuri. Firli disebut mengumumkan operasi ini ke publik sebelum semua pihak berhasil diamankan dan tidak menaikkan status Hasto sebagai tersangka meskipun tim penyidik sudah memaparkan hasil temuan dalam forum ekspose.

Hasto juga dilaporkan melakukan perlawanan saat handphone miliknya hendak disita pada pemeriksaan 10 Juni 2024. Saat itu, Hasto diperiksa sebagai saksi di ruang 27 Gedung Merah Putih KPK. Ketika ditanya apakah membawa ponsel, Hasto menjawab bahwa ponselnya dibawa stafnya, Kusnadi.

Penyidik menduga ada komunikasi antara Hasto dan Harun, sehingga ponsel itu ingin disita. Namun, Hasto keberatan dan tidak menandatangani berita acara penyitaan. Ia juga disebut memerintahkan Harun untuk menghilangkan barang bukti, termasuk merendam ponsel ke dalam air saat OTT berlangsung.

Perintah tersebut terungkap dari sadapan percakapan antara penjaga rumah inspirasi, Nur Hasan, dengan Harun Masiku.

"Atas perintah pemohon [Hasto Kristiyanto] tersebut, Harun Masiku menghilang dan kabur sampai dengan saat ini dan ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang atau DPO termohon [KPK]," ungkap Biro Hukum KPK.

Namun, tim penasihat hukum Hasto, Ronny Talapessy, membantah tudingan tersebut. Ia menyatakan tidak ada bukti Hasto menyiapkan uang Rp400 juta.

"Tidak benar, itu sudah teruji. Cara kita berpikir adalah apa yang disampaikan oleh rekan-rekan KPK ini tidak menjawab permohonan kami. Kenapa? Kami menyampaikan terkait dengan sudah adanya putusan pengadilan yang sudah inkrah," ujar Ronny.

Menurutnya, tidak ada satu pun dalam putusan perkara tiga terdakwa, yakni Wahyu, Agustiani, dan Saeful yang menyebut Hasto menyiapkan uang suap.

"Di dalam putusan yang sudah diuji di persidangan secara terbuka, kemudian sudah bisa diakses oleh publik putusan tersebut, bahwa di dalam putusan Wahyu Setiawan yang tadi nomor 28, tanggal 24 Agustus 2020, di sini menjelaskan bahwa poin 5 menimbang bahwa dana operasional tahap pertama tersebut berasal dari Harun Masiku, yang diterima oleh Saeful Bahri secara bertahap, yakni pada tanggal 16 Desember 2019 sebesar Rp400 juta yang dititipkan oleh Harun Masiku kepada Kusnadi untuk diberikan kepada Donny Tri Istiqomah," jelas Ronny.


Read Entire Article
Korea International