Apa Itu Fidyah? Ini Pengertian, Kriteria, dan Cara Menghitungnya

1 day ago 4
Daftar Isi

Jakarta, CNN Indonesia --

Di bulan Ramadhan, umat Islam diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Namun bagi seseorang yang tidak dapat melaksanakan puasa karena kondisi tertentu dapat mengganti puasa atau membayar fidyah.

Lantas, apa itu fidyah? Fidyah adalah kewajiban membayar ganti puasa bagi umat Islam yang tidak dapat berpuasa karena uzur atau alasan tertentu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fidyah dapat dibayarkan dalam bentuk uang atau makanan pokok, dan disumbangkan kepada orang yang membutuhkannya.

Untuk lebih jelasnya, simak pengertian, kriteria orang yang membayar fidyah, dan ketentuan menghitungnya berikut ini, yang dihimpun dari berbagai sumber.

Pengertian fidyah

Apa itu fidyah? Dikutip dari laman Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), fidyah diambil dari kata fadaa yang artinya mengganti atau menebus.

Seseorang yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa dengan kriteria tertentu, diperbolehkan tidak berpuasa serta tidak harus menggantinya di lain waktu. Namun, sebagai gantinya diwajibkan untuk membayar fidyah.

Fidyah merupakan keringanan bagi mereka yang benar-benar sudah tak mampu lagi melaksanakan ibadah puasa Ramadhan dan tidak bisa meng-qada-nya di hari yang lain.

Mereka yang tidak bisa berpuasa di bulan Ramadhan dan menggantinya, dapat membayar fidyah untuk memberi makan fakir miskin sebagai ganti dari kewajiban berpuasa.

Kriteria orang yang membayar fidyah

Siapa saja orang yang wajib membayar fidyah? Ditambahkan dari laman NU Online, terdapat lima kriteria orang yang wajib membayar fidyah. Berikut masing-masing penjelasannya.

1. Lansia

Orang lanjut usia atau lansia tidak diwajibkan untuk berpuasa karena faktor usia. Batasan tidak bisa di sini adalah sekiranya dengan dipaksakan berpuasa dapat menimbulkan kepayahan (masyaqqah).

2. Orang sakit parah

Orang sakit parah yang sulit diperkirakan waktu sembuhnya dan ia tidak sanggup berpuasa, tidak terkena kewajiban puasa Ramadhan. Sebagai gantinya, ia wajib membayar fidyah.

Seperti lansia, batasan tidak mampu berpuasa bagi orang sakit parah adalah sekiranya mengalami kepayahan apabila ia berpuasa, sesuai standar masyaqqah dalam bab tayamum.

3. Wanita hamil atau menyusui

Ibu hamil atau wanita yang tengah menyusui, diperbolehkan meninggalkan puasa bila ia mengalami kepayahan dengan berpuasa atau mengkhawatirkan keselamatan anak/janin yang dikandungnya.

Terdapat dua hukum pada kasus ini, yaitu jika ia khawatir keselamatan dirinya atau dirinya beserta anak/janinnya, maka tidak ada kewajiban fidyah. Jika hanya khawatir keselamatan anak/janinnya, maka wajib membayar fidyah.

4. Orang yang sudah meninggal dunia dan berhutang puasa

Dalam fikih imam Syafi'i, orang meninggal yang memiliki utang puasa dibagi menjadi dua. Pertama, orang yang tidak wajib difidyahi, yaitu orang yang meninggalkan puasa karena uzur dan ia tidak memiliki kesempatan untuk meng-qada, semisal sakitnya berlanjut sampai meninggal.

Kedua adalah orang yang wajib difidyahi, yaitu orang yang meninggalkan puasa tanpa uzur atau karena uzur tetapi ia menemukan waktu yang memungkinkan untuk meng-qada puasa.

Menurut qaul jadid, wajib bagi ahli waris/wali mengeluarkan fidyah untuk orang yang meninggal sebesar satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.

5. Orang yang mengakhirkan qada puasa Ramadhan

Orang yang menunda-nunda qada puasa Ramadhan, padahal ia memungkinkan untuk segera meng-qada-sampai datang Ramadhan berikutnya, maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah satu mud makanan pokok untuk per hari puasa yang ditinggalkan.

Fidyah ini diwajibkan sebagai ganjaran atas keterlambatan meng-qada puasa Ramadhan.

Berbeda dengan orang yang tidak memungkinkan meng-qada, semisal uzur sakit atau perjalanannya (safar) berlanjut hingga memasuki Ramadhan berikutnya, maka tidak ada kewajiban fidyah baginya. Ia hanya diwajibkan meng-qada puasa.

Cara menghitung fidyah

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menetapkan kadar fidyah secara spesifik. Patokan yang digunakan adalah kebiasaan yang berlaku di masyarakat.

Makanan yang diberikan harus memiliki nilai yang cukup, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat Al-Quran yang membicarakan tentang kafarat, "Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu." (QS. Al-Maidah: 89).

Menurut pandangan Imam Malik dan Imam As-Syafi'i, jumlah fidyah yang harus dibayarkan adalah setara dengan 1 mud gandum, yang kira-kira sama dengan 675 gram atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa.

Sementara menurut Ulama Hanafiyah, jumlah fidyah yang harus dikeluarkan adalah 2 mud atau setara dengan 1/2 sha' gandum, yang jika dihitung berarti sekitar 1,5 kilogram. Aturan ini umumnya berlaku untuk mereka yang membayar fidyah dalam bentuk beras.

Lalu bagi ibu hamil yang tidak berpuasa, bisa dilakukan dengan memberikan makanan pokok. Misalnya jika ia tidak berpuasa selama 30 hari, maka ia harus menyediakan fidyah sebanyak 30 takar, di mana setiap takar berisi sekitar 1,5 kilogram.

Fidyah tersebut dapat diberikan kepada 30 orang fakir miskin atau jumlah yang lebih sedikit seperti 2 orang, yang masing-masing akan menerima 15 takar.

Menurut pandangan kalangan Hanafiyah, fidyah juga dapat dibayar dengan uang, dengan jumlah yang sesuai dengan takaran yang berlaku, seperti 1,5 kilogram makanan pokok per hari yang kemudian dikonversi menjadi nilai dalam rupiah.

Cara membayar fidyah puasa dengan uang menurut pandangan Hanafiyah adalah dengan memberikan jumlah uang yang setara dengan harga kurma atau anggur seberat 3,25 kilogram untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan, dan sisanya mengikuti kelipatan dari jumlah hari puasanya.

Sebagai gambaran, BAZNAS RI menetapkan nilai fidyah 2025 senilai Rp60 ribu per jiwa per hari untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Demikian pengertian apa itu fidyah, kriteria orang yang membayar fidyah, dan ketentuan menghitungnya. Semoga bermanfaat!

(juh)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Korea International