Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan nilai perputaran uang judi online lebih besar dari korupsi.
Hal itu disampaikan Yusril usai mendapati laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Yusril menyebut nilai perputaran judi online hanya kalah dari tindak pidana narkotika.
"Kita ketahui bahwa uang yang beredar terkait dengan perjudian itu besar ya, mungkin lebih besar daripada uang hasil korupsi," ujarnya kepada wartawan, Selasa (4/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yusril mengklaim ketiga persoalan itu yakni narkoba, judi online dan korupsi menjadi perhatian serius yang sedang coba diberantas sesuai visi-misi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
"Persoalan korupsi, persoalan judi online dan persoalan nakoba memang harus kita ambil satu langkah-langkah yang tegas dan sistematik, tanpa pandang bulu," ujarnya.
Yusril mengatakan komitmen pemberantasan judi online itu juga sempat disampaikan Presiden di forum internasional KTT APEC di Korea Selatan beberapa waktu lalu.
"Kemarin di sidang APEC beliau (Prabowo) mengatakan bahwa belasan triliun, belasan miliar dolar uang kita itu, negara dirugikan setiap tahunnya akibat judi online," ujarnya.
Namun, kata Yusril, penegakan hukum dalam konteks pemberantasan judi online tidak akan efektif jika tidak dikaitkan dengan tindak pidana pencucian uang atau TPPU.
"Pada hemat saya, pasal-pasal dalam KUHP lama ini tidak akan efektif memberantas perjudian jika tidak dikaitkan dengan TPPU berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan TPPU," katanya.
Yusril menjelaskan pasal-pasal perjudian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang lama sejatinya telah memberikan ancaman cukup berat. Namun, beleid itu perlu diperkuat dengan menghukum pelaku judol dengan pasal TPPU.
"Aparat penegak hukum, dalam hal ini polisi, dapat menggabungkan penyelidikan dan penyidikan terhadap siapa saja yang terlibat dalam perjudian online dengan sekaligus menyidik TPPU-nya," ujarnya.
Yusril menjelaskan berdasarkan Pasal 69 Undang-Undang Pemberantasan TPPU, langkah hukum penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tidak wajib membuktikan tindak pidana asalnya terlebih dahulu.
Menurutnya, proses hukum judi online selama ini kerap terhambat karena fokus hanya pada pelaku atau platformnya, sementara jaringan keuangan di balik itu belum disentuh sepenuhnya.
Melalui pendekatan TPPU, pemerintah dapat melacak, membekukan, dan menyita hasil kejahatan yang digunakan untuk membiayai dan memperluas operasi judi daring tersebut.
"Kalau perjudian itu hanya diberantas berdasarkan pasal-pasal perjudian, itu enggak akan mampu mengatasi masalah. Tapi, kalau dikaitkan dengan TPPU, akibatnya itu dahsyat sekali karena TPPU dapat mendeteksi ada transaksi mencurigakan ada rekening yang mencurigakan," ucapnya.
Dalam hal ini, PPATK diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan pemeriksaan dan penghentian sementara transaksi keuangan mencurigakan yang patut diduga terkait dengan peredaran judol.
"Jika terhadap penghentian sementara transaksi yang mengajukan keberatan dalam waktu 20 hari setelah ditentukan maka PPATK menyerahkan transaksi tersebut kepada penyidik," jelas Menko.
"Sementara apabila dalam waktu 30 hari pelaku kejahatan tidak ditemukan maka penyidik dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk memutus harta kekayaan tersebut sebagai aset negara atau dikembalikan kepada yang berhak," Imbuh Yusril.
Sebelumnya PPATK menyebut transaksi keuangan judi online mencapai Rp155 triliun sepanjang periode Januari hingga Oktober 2025.
Kepala PPATK Ivan Yustianvandana menyebut nilai itu sudah menurun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai Rp359 triliun. Ia menyebut jumlah deposit yang disetorkan para pemain judi online juga turut menurun menjadi Rp24 triliun.
(fra/tfq/antara/fra)


















































