Toyota Ungkap Pentingnya Harga Hidrogen Bersaing dengan BBM Subsidi

4 days ago 10

Jakarta, CNN Indonesia --

Toyota Indonesia menilai harga hidrogen harus dibuat kompetitif agar dapat bersaing dengan bahan bakar mobil konvensional maupun daya baterai mobil listrik. Paling tidak, harga hidrogen pada level Rp80 ribu per kilogram.

Hitungan konsumsi penggunaan hidrogen pada kendaraan berbeda-beda. Namun Toyota mengklaim mobil hidrogen produksi mereka mampu melaju sejauh 100 kilometer menggunakan 1 kilogram hidrogen.

"Nah hitungan kami kalau bisa Rp80 ribu per kg atau lebih murah, itu mungkin customer akan switch dengan mudah," kata Indra Chandra Setiawan, Engineering Management Divisi Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indra mengatakan khawatir hidrogen bakal sulit bersaing dengan bahan bakar bensin atau diesel jika banderol bahan bakar energi baru tersebut tak dibuat terjangkau. Menurut dia tidak sedikit masyarakat bakal membandingkan harga hidrogen dengan bahan bakar subsidi yang lebih murah.

Padahal, kata Indra, seharusnya masyarakat tidak hanya mengejar 'murah' dalam memperoleh energi baru, tetapi juga mengutamakan dampak lingkungan agar semakin bersih.

Saat ini harga bahan bakar subsidi termurah Rp10 ribu per liter untuk Pertalite sementara jenis diesel, yaitu Biosolar, Rp6.800 per liter.

"Nah cuma di Indonesia ini kadang dibandingkan dengan sesuatu yang disubsidi, lebih sulit lagi ini bicara TCO gitu ya total cost of ownership. Datumnya dari mana dulu gitu, kalau datumnya dari Solar, Solar yang B40, nah itu sudah enggak bisa kemana-mana teknologi baru," ucapnya.

Ia mengatakan pengembangan energi baru di suatu negara memerlukan bantuan fiskal dari pemerintah. Tanpa itu kemungkinan pengembangan bakal terhambat.

"Jadi kalau memang, apalagi new technology, pasti new investment. Nah new investment mungkin di beberapa negara ada mekanisme ya sudah kamu invest berapa, negara bantuin, sehingga cuma running cost, jadi capex-nya disubsidi misalnya," ucap dia.

"Ya tapi kalau bahan bakar fosil padahal skala ekonomi sudah terpenuhi, ya akan susah muncul energi baru," sambung Indra.

Lebih lanjut Indra menyoroti tak adanya kebijakan yang membatasi badan usaha memakai bahan bakar subsidi. Padahal ia menilai hal ini dapat menjadi pintu masuk agar bahan bakar energi baru di Indonesia semakin berkembang.

"Bagaimana kedua, apa yang existing energy, sama new energy ini bisa saling diberikan opportunity yang sama. Misalnya apalagi badan usaha kan gak boleh misalnya pakai bahan bakar subsidi, akhirnya kan harus ada alternative, tapi kalau yang ini masih boleh ya susah, ngantri solar kemana-mana (jadinya)," kata Indra.

(ryh/fea)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Korea International