Jakarta, CNN Indonesia --
Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi mengajak para anggota organisasi yang ia pimpin itu untuk mendukung program-program pada pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Hal itu disampaikan Budi Arie usai kembali terpilih menjadi ketua umum untuk periode 2025-2030 dalam Kongres III Projo pada Sabtu (1/11) dan Minggu (2/11) di Jakarta.
"Kita sama-sama menggerakkan, mendukung, memperkuat agar program-program kerakyatan Bapak Presiden Prabowo bisa betul-betul terasa manfaatnya bagi rakyat," kata Budi dalam Kongres III Projo di Jakarta Pusat, Minggu (2/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan, setelah berakhirnya 10 tahun masa pemerintahan Jokowi pada 2024, Indonesia memasuki fase pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden RI Prabowo Subianto.
Maka dari itu, ujar dia, Projo harus menyesuaikan diri, beradaptasi, dan bertransformasi untuk menjawab berbagai tantangan ke depan.
"Pemerintahan Pak Prabowo-Gibran harus kita kawal karena ini pemerintahan lanjutan, pada Pilpres 2024 adalah keberlanjutan yang menang. Rakyat ingin keberlanjutan dalam pembangunan," katanya.
Adapun salah satu resolusi yang dicanangkan dalam kongres tersebut adalah mendukung dan memperkuat pemerintahan Presiden Prabowo.
Ubah logo Jokowi
Budi mengatakan pihaknya juga akan mengubah logo sehingga tidak lagi berbentuk siluet wajah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ia mengatakan perubahan logo itu merupakan transformasi dalam rangka memperkuat dan mendukung agenda politik Presiden Prabowo Subianto.
"Yang pasti begini, satu, kita akan memperkuat dan mendukung agenda-agenda politik Presiden Prabowo. Yang kedua, dalam rangka itu, Projo akan melakukan transformasi organisasi yang salah satunya adalah kemungkinan mengubah logo Projo," katanya.
Menurut dia, keputusan final ihwal perubahan logo akan diambil dalam forum kongres yang digelar sejak Sabtu hingga Minggu (2/11).
"Nanti akan kita putuskan di kongres ketiga ini. Logo Projo akan kita ubah supaya tidak terkesan kultus individu," ujarnya.
Kendati berencana mengganti logo, Budi Arie menyebut Projo tidak akan berganti nama. Ia pun membantah Projo merupakan singkatan dari "pro Jokowi".
"Memang enggak ada (singkatan). Cuma teman-teman media kan, ya, Projo [kepanjangannya] pro Jokowi, itu kan karena gampang dilafalkan saja," katanya.
Menurut dia, Projo sejatinya berarti gabungan dari kata 'negeri' dan 'rakyat' yang diambil dari bahasa Sanskerta dan Jawa Kawi.
"Projo itu artinya negeri dan rakyat. Jadi, Projo itu sendiri artinya adalah 'negeri' dalam bahasa Sanskerta dan dalam bahasa Jawa Kawi itu artinya 'rakyat'. Jadi, kaum Projo adalah 'kaum yang mencintai negara dan rakyatnya'," ucap dia.
Budi Arie menyebut Jokowi telah menyepakati rencana perubahan itu. Dia menekankan, Projo harus bertransformasi untuk menghadapi tantangan baru.
"[Jokowi] sepakat. Kita harus mentransformasikan Projo karena tugas Projo tadi sudah mengawal pemerintahan Pak Jokowi dua periode dan kita saat ini menghadapi tantangan baru. Ini tidak mudah geopolitiknya, tantangan globalnya, dan sebagainya sehingga kita harus betul-betul persatuan nasional ini menjadi penting," katanya.
Bantah retak hubungan Projo dan Jokowi
Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi membantah bahwa organisasi yang ia pimpin itu putus hubungan dengan mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
"Saya ingin menjelaskan kepada teman-teman media sekalian karena dari perkembangan berita ini seolah-olah disampaikan terkesan Projo putus hubungan dengan Pak Jokowi. Jangan di-framing. Projo ini lahir karena ada Pak Jokowi," ujar Budi.
Diterangkan Budi, Projo lahir dari keinginan lahirnya pemimpin dari kalangan rakyat.
"Projo sejatinya lahir karena ada seorang pemimpin rakyat yang harus lahir dari kandungan rakyat itu sendiri yang bernama Bapak Joko Widodo," katanya.
Ia pun mengaku heran ketika ada media yang mengadu domba antara Projo dan Jokowi.
"Tolong kepada semua media jangan mengadu domba sesama anak bangsa," ucapnya.
(mnf/gil)


















































