Myanmar Undang ASEAN Awasi Pemilu Perdana pasca Kudeta

4 hours ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah Myanmar mengundang negara-negara ASEAN untuk memantau pemilihan umum (pemilu) perdana Naypyidaw pasca kudeta militer, pada 28 Desember mendatang.

Dalam pernyataan bersama para pemimpin ASEAN, negara-negara Asia Tenggara mengakui telah menerima undangan Myanmar untuk mengirim pengawas (observer) pemilu guna memastikan pesta demokrasi itu berjalan baik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kendati begitu, ASEAN menyatakan bahwa penghentian kekerasan merupakan hal paling utama yang perlu dilakukan sebelum menggelar pemilu.

"Kami mencatat rencana Myanmar menggelar pemilihan umum pada Desember 2025 dan undangan kepada negara-negara anggota ASEAN agar mengirim pengawas pemilu," demikian pernyataan para pemimpin ASEAN.

"Kami menggarisbawahi pemilu yang bebas, adil, damai, transparan, inklusif, dan kredibel. Kami menekankan bahwa penghentian kekerasan dan dialog politik yang inklusif merupakan hal utama sebelum menghelat pemilu," lanjut para pemimpin dalam pernyataan yang dirilis Minggu (26/10).

Myanmar berencana menggelar pemilu pada 28 Desember 2025. Ini merupakan pemilu perdana Myanmar setelah junta militer melancarkan kudeta pada 2021 lalu.

Meski begitu, negara-negara ASEAN tampaknya tak akan mengirim pengawas untuk pemilu di Myanmar.

Menurut sumber-sumber diplomatik yang bicara kepada AFP, pernyataan bersama para pemimpin ASEAN menyiratkan bahwa ASEAN tak akan mengirim pemantau pemilu.

"Itu artinya tak ada pengamat ASEAN [yang dikirim], tetapi negara-negara ASEAN bebas mengirim pengamat secara bilateral," kata salah satu sumber pada Senin (27/10).

Sumber kedua juga mengonfirmasi tak ada konsensus di antara negara anggota untuk mengerahkan misi khusus guna mengawasi pemilu Myanmar di bawah bendera ASEAN.

Pengamat hubungan internasional di Solaris Strategies Singapore, Mustafa Izzuddin, mengatakan keputusan ini akan menjadi pukulan legitimasi bagi junta, yang sudah mengkudeta pemerintah sah dan melakukan kekerasan ke warga sipil.

"Tak akan ada bukti kredibel yang menunjukkan bahwa pemilu digelar bebas dan adil," ungkap Izzudin.

Komisioner Uni Eropa Kajsa Ollongren juga mengesampingkan untuk mengirim pengamat dan menyebut pemilu Myanmar tak akan bebas dan tak akan adil.

"Berdasarkan kriteria itu, kami tak mengirim pemantau ke sesuatu yang tak kami akui sebagai pemilu," kata Ollongren.

Organisasi yang fokus pada hak asasi manusia, Human Rights Watch, turut mengecam rencana pemilu Myanmar. Mereka menilai pemilu tersebut hanya tipu-tipu.

Sementara itu, Amnesty Internasional menuduh junta militer melakukan taktik represif.

"[Junta] menangkap siapa pun yang mengkritik pemungutan suara tersebut," demikian menurut Amnesty International.

Kudeta Myanmar pada Februari 2021 menggulingkan pemerintah sah yang dipilih oleh publik. Masyarakat protes dan demo berhari-hari namun ditanggapi dengan kekerasan oleh junta. Banyak warga yang ditangkap bahkan dibunuh.

Imbas kudeta itu, ASEAN melarang partisipasi junta di semua forum blok ini. Namun, Myanmar masih menjadi anggota ASEAN dan kerap diwakili perwakilan nonpolitik.

Komunitas internasional termasuk ASEAN terus menyerukan dialog damai semua pihak agar demokrasi di Myanmar kembali hidup dan persoalan rampung. Namun, hingga kini masalah di negara tersebut tak kunjung selesai.

(blq/dna)

Read Entire Article
Korea International