Hamas: AS Tak Punya Kredibilitas Jadi Mediator

1 hour ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Pejabat senior Hamas, Ghazi Hamad, menilai "AS tidak memiliki kredibilitas sebagai mediator" untuk menyelesaikan masalah di Gaza dengan Israel, termasuk soal gencatan senjata yang tak kunjung tercapai.

Ia mengatakan pengalaman Hamas dengan upaya mediasi AS "pahit." Washington kembali ditekankan tidak memiliki kredibilitas mengingat pemerintahannya telah menarik proposal gencatan senjata di Gaza.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dia [Trump] tidak membuat kami takut," kata Hamad kepada Al Jazeera pada Rabu (17/9), menandakan kemunculan pertamanya setelah Israel serang Doha, Qatar pada 9 September.

Anggota biro politik Hamas tersebut juga mengatakan bahwa kelompok tersebut tidak membutuhkan dikte dari Presiden AS Donald Trump tentang bagaimana memperlakukan tawanan Israel yang mereka tahan.

Ia menambahkan bahwa para tawanan diperlakukan berdasarkan keyakinan dan prinsip-prinsip Islam yang dipegang Hamas.

[Gambas:Video CNN]

"Kami memperlakukan para tawanan sesuai dengan nilai-nilai kami, dan terlepas dari pembantaian yang terjadi terhadap rakyat kami, yang membahayakan mereka adalah pendudukan [Israel] itu sendiri."

Hamad kemudian berpendapat bahwa rencana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mengubah wajah Timur Tengah membutuhkan respons dari Arab.

Akhir pekan lalu, Sabtu (13/9), Netanyahu mengatakan bahwa menyingkirkan para pemimpin Hamas akan mengakhiri perang di Gaza, Palestina.

"Para pemimpin teroris Hamas yang tinggal di Qatar tidak peduli dengan rakyat di Gaza. Mereka memblokir semua upaya gencatan senjata untuk memperpanjang perang tanpa henti," kata Netanyahu di X, Sabtu (13/9), dikutip dari AFP.

"Menyingkirkan mereka akan menyingkirkan hambatan utama untuk membebaskan semua sandera kita dan mengakhiri perang," ujarnya menambahkan.

Hal itu disampaikan beberapa hari setelah Israel melancarkan serangan pada Selasa (9/9) yang menargetkan kepemimpinan kelompok Hamas di Doha, Qatar. Serangan tersebut memicu kecaman luas dari berbagai negara.

Trump sendiri menyatakan ketidaksenangannya terhadap Israel, menyebut serangan itu sebagai tindakan sepihak yang tidak menguntungkan kepentingan AS maupun Israel.

Di sisi lain, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB dengan suara mayoritas mendukung resolusi tidak mengikat pada Jumat (12/9) yang mengadvokasi solusi dua negara untuk Israel dan Palestina.

Resolusi ini disahkan beberapa jam setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak gagasan pembentukan negara Palestina.

Dari 193 negara anggota PBB, 142 negara mendukung Deklarasi New York tersebut, 10 menentang, dan 12 lainnya memilih abstain. Resolusi yang diajukan oleh Prancis dan Arab Saudi ini mendukung pengakuan atas negara Palestina yang merdeka dan memproyeksikan solusi dua negara.

Sejak Oktober 2023, lebih dari 64.000 warga Palestina telah tewas dalam konflik ini. Qatar dikenal sebagai mediator utama dalam negosiasi untuk mengakhiri perang tersebut.

(chri)

Read Entire Article
Korea International